Mengikuti (following) sebuah akun Twitter tampaknya menjadi hal wajib, meski hanya satu following. Sangat mudah mengikuti sebuah akun Twitter. Tinggal klik tombol following.
Dibalik kemudahannya, ada sejumlah pertimbangan untuk melakukan following, meskipun ada sebagian pemilik akun Twitter berprinsip 'asal klik' dalam following.
Setiap pemilik akun Twitter memiliki pertimbangan spesifik untuk melakukan following. Patut dihormati hal tersebut.
Saya pribadi menerapkan sejumlah pertimbangan untuk tidak mudah melakukan following kepada sebuah akun Twitter. Selektif melakukan following menjadi sebuah prinsip.
Beberapa aspek menjadi pertimbangan saya melakukan following yaitu : rasio, tweet dan avatar.
Rasio. Perbandingan antara follower dan following tidak sangat jomplang. Sangat banyak follower namun sangat sedikit following mengindikasikan pemilik akun Twitter berlagak sok artis atau memang artis yang sebenarnya. Begitu katanya.
Bila hal itu saya temui, maka sangat kecil kemungkinan dia akan following back ke saya. Sehingga, telunjuk saya tidak akan menekan tombol following. Selesai urusan.
Entah pertimbangan apa yang membuat seolah-olah ia enggan following back.
Sebaliknya, ada kondisi yang 'memprihatinkan'. Maksudnya ialah akun Twitter tersebut memiliki following luar biasa banyak namun follower luar biasa sedikit. Sejujurnya kasihan melihat akun Twitter seperti ini. Keadaan ini justru membuat dilema bagi saya melakukan following. Meski berada dalam dilema, ketegasan sikap harus ditunjukkan. Saya tidak akan following kecuali akun Twitter tersebut menjadi follower saya terlebih dahulu. Sehinga terjadi mutual following.
Mutualisme dalam Twitter berupa saling following diantara pemilik akun Twitter merupakan sebuah hal positif. Hal itu membuktikan bahwa Twitter sebagai media sosial mampu menjadi wadah saling mengenal berbagai individu dengan latar belakang berbeda. Saya suka hal ini.
Ini salah satu tujuan lahirnya Twitter.
Tweet. Ruh dari setiap akun Twitter ialah tweet atau cuitan. Background bervariatif dari para pemilik akun Twitter berakibat munculnya ketidak-samaan pada setiap tweet yang di posting.
Tweet memberikan indikasi awal bagi saya untuk mengetahui pribadi pemilik akun Twitter tersebut.
Dengan senang hati, saya akan following back atau bahkan following terlebih dahulu bila saya dapati tweet yang diposting memberikan manfaat bagi saya.
Narasi tweet tendensius, penuh kebencian, makian dan asusila dari sejumlah akun Twitter membuat saya enggan untuk following maupun following back akun tersebut. Bahkan, melakukan block kepada akun Twitter tersebut menjadi pilihan terbaik.
Satu kondisi khusus dimana saya tidak akan melakukan following atau following back bila akun Twitter memiliki jumlah tweet nol alias tidak ada tweet.
Mohon maaf.
Avatar. Biasa disingkat dengan Ava. Ava merepresentasikan sosok pemilik akun Twitter. Suka tidak suka foto ava merupakan hal pertama kali menarik perhatian bagi saya. Entah berupa ava asli pemilik akun maupun ava anonim yang pemilik akunnya tidak ingin dikenal.
Keterkaitan ava dengan tweet memberikan info awal bagi saya apakah segera following atau following back terhadap suatu akun Twitter
Ava riil dan tweet yang sesuai dengan pemikiran saya, segera saya lakukan following atau pun following back dengan senang hati.
Ava anonim namun dengan tweet berbobot, tidak berat hati bagi saya untuk following maupun following back.
Ava riil atau ava anonim berisikan tweet provokatif dan gossip, mohon maaf dengan berat hati saya enggan following atau following back.
Menginisiasi untuk following tidak membuat harga diri berkurang, menanggapi untuk following back tidak membuat martabat memudar.
Dominan following tidak menjadikan terlihat lemah, dominan follower tidak menjadikan terlihat hebat.
Salam Burung Biru.
(***)
Comments
Post a Comment