Skip to main content

Kembali ke Sekolah



Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menolak dibukanya kembali sekolah di saat belum berakhirnya pandemi Corona. Pernyataan tersebut menyisakan pertanyaan bagaimana cara agar hak mendapat pendidikan bagi anak sekolah tetap terpenuhi meski pandemi Corona belum usai.

Pernyataan Ketua Komnas PA bisa dipahami. Ia berpijak pada aspek keselamatan siswa terhindar dari  virus Corona lebih utama.

Di sisi lain, pembelajaran jarak jauh (PJJ) sangat dirasa tidak efektif bagi siswa, orang tua siswa dan guru. Bahkan, hal diatas diakui oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Itu terbukti lewat survei yang dilakukan oleh Komosi Perlindungan Anak Indonesia terhadap 1700 siswa dari berbagai jenjang sekolah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 76,7 % responden mengatakan tidak menyukai metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan sebanyak 23,3 % responden mangatakan terkesan dalam mengikuti metode pembelajaran jarak jauh.

Melihat hal demikian, Mendikbud berkeinginan agar sekolah segera kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

Saya mengakui adanya kondisi yang sangat sulit dalam mencari solusi terbaik. Semakin lama anak anak tidak melakukan aktivitas belajar di sekolah maka semakin jauh tertinggal pengetahuan yang diperoleh. Belum lagi, pendidikan karakter yang terlewatkan oleh para siswa.

Beberapa negara telah mebuka kembali sekolah meski pandemi Corona belum berakhir. Norwegia, Selandia Baru dan Australia ialah tiga negara yang telah kembali mengizinkan aktivitas belajar di sekolah.

Selandia Baru menutup sekolah sejak bulan Maret 2020. Hanya berselang enam minggu, sekolah kembali dibuka dan siswa dapat kembali belajar tatap muka dengan guru. Hal tersebut dilakukan ketika tanda tanda penyebaran Corona di negara itu berkurang.

Norwegia mulai kembali membuka sekolah sejak 27 April 2020. Pada saat kembali dibuka, Norwegia mensyaratkan sekolah hanya diikuti oleh kelompok anak berusia 6-11 tahun. Artinya, Norwegia menerapkan sistem partisipan selektif dalam membuka kembali sekolah. Keputusan itu dibuat dengan pertimbangan agar mudah dilakukan evaluasi dan pengawasan terhadap penyebaran Corona selama pembukaan kembali sekolah.

Sedangkan di Australia, sekolah dibuka kembali dengan metode bergilir (Shift Method). Setiap siswa hanya hadir satu atau dua hari dalam seminggu. Kebijakan itu ditempuh agar selama proses belajar mengajar dapat diterapkan physical distancing sehingga penyebaran Corona dapat dicegah.

Dari ketiga negara di atas, tampak bahwa kegiatan belajar di sekolah tetap bisa dilakukan meski pandemi Corona belum berakhir. Kegiatan belajar di sekolah dilangsungkan dengan menyertakan aspek pengawasan ketat terhadap penyebaran Corona.

Memperlama siswa belajar dengan sistem pembelajaran jarak jauh selama pandemi Corona bukan hal  baik dilakukan karena tidak ada yang bisa menjamin kapan pandemi berakhir.

Kembali ke sikap penolakan Arist Merdeka Sirait. Ia secara tegas menolak dilangsungkan pembelajaran tatap muka di sekolah hingga pandemi Corona berakhir. Status zona merah, kuning dan hijau seakan tidak mengubah sikapnya tersebut. Saya dapat memahami apa yang ia katakan.

Personally, Saya sepakat dengan pola yang diterapkan pada ketiga negara di atas. Membuka kembali sekolah hingga pandemi Corona berakhir bukan solusi terbaik dalam pendidikan siswa.

Memang, saya akui bahwa kebijakan membuka sekolah saat pandemi Corona merupakan sebuah risiko. Tetapi, risiko bisa diminimalkan dengan memperketat protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Solusi Realistis.

Klasifikasi penyebaran Corona dengan adanya zona merah, zona kuning dan zona hijau bisa menjadi petunjuk awal bahwa ada tiga zona penyebaran Corona yang harus dijadikan penyesuain kebijakan membuka kembali sekolah.

Jika pijakan pembukaan kembali sekolah ialah zona, maka zona hijau merupakan zona paling memungkinkan diterapkannya pembelajaran tatap muka di sekolah.

Tahap awal pembukaan kembali sekolah bisa dikerucutkan lagi pada beberapa sekolah tertentu yang masuk zona hijau. Hal itu bertujuan memudahkan evaluasi awal proses adaptasi siswa bersekolah di saat pandemi.

Keberhasilan Norwegia dan Australia dalam membuka kembali sekolah bisa diterapkan dalam sejumlah sekolah yang berada di zona hijau.

Hal tersebut saya tampaknya menjadi solusi realistik yang memungkinkan untuk dilakukan.

(***)









Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah