Tampaknya semua pihak harus memulai bersikap realistis terhadap kondisi pendidikan di Indonesia selama pandemi Corona.
Kenapa demikian ?
Terdapat dilema dalam memilih satu dari dua metode pembelajaran yaitu pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online.
Pembelajaran tatap muka ialah pembelajaran ideal. Semua pihak sepakat akan hal tersebut. Tetapi, pembelajaran tatap muka tidak mungkin dilakukan saat ini. Selama pandemi Corona belum usai, maka pembelajaran tatap muka sangat rentan menimbulkan cluster penyebaran Corona.
Sementara itu, metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara online bukanlah metode pembelajaran ideal tetapi harus dipilih dan dilaksanakan demi mencegah penyebaran Corona. Di sisi lain, pembelajaran secara online sangat jauh dari efektivitas transfer of knowledge.
Harus diakui, pendidikan di Indonesia tidak dipersiapkan untuk menghadapi situasi darurat seperti sekarang. Sehingga, pembelajaran jarak jauh secara online justru menciptakan ketidakefektivan proses belajar mengajar akibat ketidaksiapan sarana pendukung.
Selama pandemi Corona belum berakhir, maka pembelajaran jarak jauh tetap dilangsungkan meski banyak kekurangan dalam pelaksanaannya.
Selain banyak kekurangan dalam pelaksanaan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) memiliki satu dampak negatif.
Dampak negatif ialah munculnya keadaan ketertinggalan pembelajaran yang dialami oleh seluruh siswa.
Ketertinggalan pembelajaran sangat mungkin tidak dirasakan dalam waktu singkat namun sangat terasa dampaknya dalam waktu panjang.
Kejadian di atas hampir pasti terjadi di setiap daerah di Indonesia. Terlebih daerah dengan sarana pendidikan kurang memadai.
Menghadapai ketertinggalan pembelajaran tersebut, maka perlu langkah taktis yaitu revisi kurikulum yang digunakan.
Revisi kurikulum telah dua kali dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun 1997 seluruh siswa menggunakan revisi kurikulum 1994. Kemudian, pada tahun 2017 terjadi revisi kurikulum 2013. Sehingga, sangat mungkin terjadi pada tahun 2020 dilakukan revisi kembali terhadap kurikulum 2013 untuk kali kedua.
Revisi kurikulum dilakukan dengan penambahan durasi belajar pada sejumlah mata pelajaran dengan tingkat kesulitan tinggi dan pengurangan atau peniadaan sejumlah mata pelajaran dengan tingkat kesulitan rendah.
Selain menyangkut durasi dan jumlah mata pelajaran, kurikulum revisi dapat pula dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran dalam satu mata pelajaran.
Kita tidak bisa menggantungkan harapan kualitas pendidikan hanya kepada metode pembelajaran online yang sarat dengan kekurangan dan ketidaksiapan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan semestinya memiliki alternatif kurikulum untuk menyiasati ketertinggalan pembelajaran.
(***)
Comments
Post a Comment