Kita tidak happy dengan kondisi keuangan yang saat ini dihadapi Pertamina.
Pertamina selaku aset nasional mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 Triliun. Nilai kerugian terburuk sepanjang berdirinya Pertamina.
Saya mencoba objektif untuk tidak mengaitkan kerugian ini dengan beberapa individu kontroversial di Pertamina.
Minggu pertama Januari 2020, Pertamina melakukan penurunan harga BBM. Keputusan itu merupakan tindak lanjut dari keputusan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 187K/10MEM/2019. Keputusan itu berlaku mulai tanggal 5 Januari 2020 pukul 00:00.
Keputusan Menteri ESDM tersebut menyebabkan berkurangnya keuntungan bagi Pertamina karena terjadi disparitas harga. Saat itu harga beli lebih tinggi daripada harga jual.
Sejak saat itu hingga munculnya pandemi Corona di awal Maret 2020, tidak terjadi kenaikan harga BBM. Tetapi, pandemi Corona yang datang sejak Maret 2020 telah menyebabkan penurunan dalam tingkat konsumsi.
Pertamina membagi tiga segmen pengguna bahan bakar minyak (BBM) sebagai konsumen. Tiga segmen tersebut ialah : masyarakat, penerbangan, dan industri.
Hingga April 2020, pandemi Corona menyebabkan penurunan konsumsi BBM yang sangat luar biasa. Penurunan konsumsi BBM secara tajam tersebut belum pernah dialami oleh Pertamina selama puluhan tahun berdiri.
Konsumsi BBM masyarakat menurun sebanyak 34,9 %. Sementara itu total konsumsi dunia penerbangan mengalami penurunan sekitar 60 %. Sektor industri mengalami penurunan konsumsi lebih dari 60 %. Secara umum, penurunan konsumsi BBM terjadi sebagai imbas kebijakan #DiRumahAja, #WorkFromHome, penutupan sektor pariwisata dan berhentinya kegiatan produksi di sejumlah sektor industri untuk mencegah penyebaraan wabah Corona. Secara ringkas, Pertamina mengalami konstriksi penjualan BBM selama pandemi Corona.
Terlihat bahwa penurunan konsumsi BBM sebanding dengan kerugian yang dialami Pertamina.
Memasuki pertengahan April terjadi kejatuhan harga minyak dunia. Jatuhnya harga minyak dunia disebabkan adanya penurunan permintaan karena berkurangnya aktivitas ekonomi selama pandemi Corona.
Menteri ESDM tidak menerbitkan keputusan kepada Pertamina untuk menurunkan harga BBM. Banyak pihak menduga ketiadaan penurunan harga BBM dimaksudkan untuk menutup inefisensi kegiatan usaha di Pertamina.
Semestinya Pertamina bisa mengikuti langkah sektor swasta dalam melakukan efisiensi kegiatan usaha selama pandemi Corona. Sayangnya, hal itu tidak dilakukan Pertamina. Sehingga, kerugian Pertamina karena penurunan konsumsi BBM semakin bertambah dengan tidak adanya inefisiensi usaha.
Tanggal 5 Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar -5,32 %.
Pertumbuhan -5,32 % sangat mungkin memperbesar kerugian Pertamina karena semakin berat kelangsungan kegiatan ekonomi di masyarakat. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan Pertamina menyerap dana masyarakat untuk konsumsi BBM.
Memulihkan kondisi keuangan Pertamina menjadi tugas berat Dewan Direksi dan Dewan Komisaris Pertamina. Langkah rasional yang harus dilakukan ialah restrukturisasi organisasi bisnis Pertamina untuk menghapus inefisiensi usaha.
(***)
Comments
Post a Comment