Skip to main content

Bottom Up Penyebaran Corona



Enam bulan lebih pandemi Corona melanda Indonesia. Selama kurun waktu tersebut, penanganan Corona di negara ini dirasa tidak maksimal, kata sebagian epidemiolog. Bukan persoalan pada kemampuan tenaga kesehatan, melainkan kepada kebijakan pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Corona.

Seperti kita ketahui, kasus awal Corona teridentifikasi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bukan oleh Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia.

Setelah itu, banyak pakar epidemiologi menyarankan kepada presiden untuk memberlakukan karantina wilayah secara luas (lockdown). Namun, presiden tidak menindaklanjuti saran tersebut. Joko Widodo lebih memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam memutus mata rantai penyebaran Corona. 

PSBB menjadi indikasi bahwa penanganan Corona di Indonesia tidak menjadi prioritas. Salah satu alasan pemberlakuan PSBB ialah mensinergikan penanganan Corona dengan tetap menjaga kelangsungan kegiatan perekonomian. Seolah-olah keselamatan rakyat terhadap bahaya Corona sama pentingnya dengan menyelamatkan kelangsungan ekonomi. Ekonomi lesu bahkan ambruk masih bisa bangkit. Rakyat meninggal mustahil bisa beraktivitas kembali.

Hasilnya seperti saat ini. Corona belum menunjukkan titik akhir. Sementara itu, di beberapa negara telah menunjukkan penurunan jumlah kasus Corona.

Hari ini, saya membaca di portal berita online bahwa terdapat 30 instansi pemerintahan meliputi kementerian dan badan menjadi klaster Corona. Bahkan, kantor Kementerian Kesehatan menjadi penyumbang terbanyak dengan 139 positif Corona. Kementerian Kesehatan yang paling berkompeten dalam penanganan Corona justru menjadi klaster Corona dengan jumlah terbanyak diantara sejumlah kantor kementerian dan badan. 

Apa yang terjadi di kantor Kementerian Kesehatan seolah menjadi simbol buruknya penanganan Corona di Indonesia. Tentu, itu tidak mengurangi rasa hormat kepada seluruh dokter dan paramedis yang telah berjuang selama ini. 

Klaster Corona yang terjadi di sejumlah kantor kementerian dan badan bukan menjadi berita mengejutkan bagi saya secara pribadi.

Kabar mengenai klaster Corona di kementerian dan badan setidaknya menjadi bahan evaluasi bahwa pola penyebaran Corona di Indonesia sangat unik. Unik karena ia bersifat bottom up.

Awalnya, infeksi virus Corona terjadi pada masyarakat. Kemudian menyebar secara meluas ke seluruh kehidupan rakyat tanpa mengenal strata sosial-ekonomi di seluruh provinsi di Indonesia . Akhirnya, virus Corona terdeteksi di institusi pemerintahan. Bukan tidak mungkin suatu ketika Corona akan mampir di jantung Pemerintahan Republik Indonesia : Istana.

(***)



Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah