Skip to main content

Memahami Pernyataan Anies Baswedan



Banyak pihak gagal memahami pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tentang tingkat kematian menurun dan jumlah kematian meningkat pada penanganan Corona di Jakarta.

Mereka yang tidak mampu memahami pada umumnya ialah pihak yang kontra terhadap Anies Baswedan. Berbekal ketidakmampuan memahami dua istilah bercetak tebal di atas, muncullah bullying kepada Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Sebenarnya dua istilah bercetak tebal di atas sangat mudah dipahami terutama bagi mereka yang memahami Matematika bab Statistika ketika diajarkan di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Bullying kepada Anies Baswedan hanya mempermalukan diri karena kekurang-pahaman terhadap istilah dan perhitungan statistika sederhana.

Data statistik kasus Corona antara tanggal 8 - 13 September 2020 sangat mungkin melandasi pernyataan Gubernur Anies Baswedan tentang keadaan menurunnya tingkat kematian dan meningkatnya jumlah kematian.

8 September 2020
Total : 48.393
Sembuh : 36.383
Meninggal : 1317

9 September 2020
Total : 49.397
Sembuh : 37.224
Meninggal : 1334

10 September 2020
Total : 50.671
Sembuh : 38.228
Meninggal : 1351

11 September 2020
Total : 51.635
Sembuh : 39.128
Meninggal : 1368

12 September 2020
Total : 52.840
Sembuh : 39.793
Meninggal : 1386

13 September 2020
Total : 54.220
Sembuh : 40.751
Meninggal : 1391

Tingkat kematian menurun dan jumlah kematian meningkat masing masing merupakan bentuk penggunaan angka relatif dan angka mutlak.

Disebut sebagai angka relatif karena ia diperbandingkan terhadap variable lain. Sedangkan, dinamakan angka mutlak karena ia adalah angka yang berdiri sendiri dan tidak mengalami perbandingan terhadap variable apapun.

Tingkat kematian menurun (fatality rate) merupakan angka relatif yang memperlihatkan rasio (perbandingan) jumlah meninggal terhadap jumlah total kasus Corona. Hasil dari perbandingan tersebut kemudian dikali 100 % sehingga memunculkan persentase tingkat kematian.

Secara matematis, tingkat kematian dirumuskan sebagai berikut :

Tingkat Kematian (%) = (Jumlah Meninggal : Jumlah Total Kasus) × 100 %.

Perhitungan Tingkat Kematian (%) pada tanggal 8 - 13 September 2020 :

FR = (1317 : 48.393) × 100 % = 2,72 %.
FR = (1334 : 49.397) × 100 % = 2,70 %.
FR = (1351 : 50.671) × 100 % = 2,66 %.
FR = (1368 : 51.635) × 100 % = 2,64 %.
FR = (1386 : 52.840) × 100 % = 2,62 %.
FR = (1391 : 54.220) × 100 % = 2,56 %.

Penggunaan angka relatif tingkat kematian (fatality rate) ialah mengukur efektivitas penanganan Corona secara historis dari waktu ke waktu.

Efektivitas tersebut tampak pada tiga hal :

1). Menurunnya persentase fatality rate sampai 2,56 %.

2). Fatality rate kasus Corona di Jakarta bahkan lebih rendah dari standard World Health Organization (WHO) sebesar 3,4 %.

3). Penurunan persentase fatality rate dengan sendirinya merupakan peningkatan jumlah kesembuhan penderita Corona.

Konsistensi fatality rate untuk terus menurun mendekati 0 % merupakan indikasi bahwa Anies Baswedan telah bekerja keras dalam menangani pandemi Corona di Jakarta.

Jumlah kematian (death rate) meningkat sebagai angka mutlak merupakan gambaran sesungguhnya tentang jumlah orang meninggal tanpa memperbandingkan atau mengaitkan dengan jumlah total kasus Corona.

Death rate hanya menggambarkan satu variable yakni jumlah korban meninggal. Total case dan fatality dikesampingkan keberadaannya.

Penggunaan death rate dimaksudkan agar masyarakat lebih mudah memahami seberapa banyak jumlah meninggal akibat Corona.

Sehingga, death rate lebih berperan dalam aspek komunikatif karena ia dapat mudah dipahami hampir setiap orang tanpa perlu penafsiran dan perhitungan.

Meski komunikatif, death rate sangat sulit diterapkan dalam mengambilan keputusan dan evaluasi karena ia merupakan variable yang berdiri sendiri (independent variable).

Dengan demikian, judul berita Anies : Tingkat Kematian Turun Tapi Jumlah Orang yang meninggal Meningkat berisi tentang efektivitas penanganan Corona di Jakarta dengan dua indikasi utama yaitu penurunan fatality rate dan peningkatan jumlah kesembuhan.

(***)






Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah