Statement menkopolhukam saya tafsirkan bahwa pemerintah mengakui dan tidak bisa berbuat banyak terhadap fakta politik uang.
Money politic bermakna sebagai biaya politik bila dilakukan selama proses pilkada secara langsung. Meski bermakna biaya politik, money politic dalam pilkada langsung tidak menihilkan adanya praktik suap di dalamnya.
Tidak ada yang meragukan bahwa untuk menjadi calon kepala daerah diperlukan biaya besar. Biaya besar berawal dari proses keterpilihan calon kepala daerah yang diusung partai politik.
Suatu sikap naif bila dengan mudah percaya bahwa partai politik tidak menerima kompensasi sejumlah uang dari calon kepala daerah yang diusungnya. Persoalan muncul ialah konsekuensi hukum akibat proses transaksional di atas. Sampai saat ini, saya belum menemukan pemidanaan terhadap calon kepala daerah dan partai politik selaku pemberi dan penerima uang.
Kemudian, biaya politik merambat ke berbagai hal lain selama ajang pilkada digelar. Misalnya, menyediakan perlengkapan peraga kampanye, akomodasi tim sukses calon kepala daerah, membayar sejumlah saksi pada saat pencoblosan. Semuanya tidak gratis.
Meski money politic berwujud biaya politik di atas banyak menghamburkan uang, hal itu memberikan dampak positif yaitu implementasi kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin.
Money politic dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak lagi relevan untuk dibicarakan kembali. Saat ini dan selanjutnya, proses pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung tanpa melibatkan peran DPRD sebagai perwakilan rakyat.
Terlebih lagi, money politic dalam DPRD merupakan praktik nyata suap dalam proses pemilihan kepala daerah.
(***)
Comments
Post a Comment