Skip to main content

Resistensi Terhadap Politik Dinasti Bukan Tentang Hukum dan Nepotisme Tetapi Tentang Keteladanan



Issue politik dinasti kembali muncul jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember 2020. Terkait hal itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (menkopolhukam), Mahfud MD mengatakan bahwa tidak ada pelarangan bagi kerabat pejabat publik mengikuti kontestasi pemilihan kepada daerah.

Benar bahwa tidak ada aturan hukum yang melarang kerabat pejabat publik  mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pelarangan terhadap hal itu sama artinya dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Saya meyakini statement menkopolhukam paralel dengan pemahaman masyarakat tentang politik dinasti.

Namun, ketiadaan aturan hukum tidak diartikan sebagai keleluasaan bersikap, tetapi sebagai kesempatan pejabat publik untuk mengaktualisasikan sikap bijak sebagai pemimpin.

Saya berpendapat bahwa resistensi masyarakat terhadap politik dinasti  merepresentasikan tuntutan keteladanan, bukan  persoalan hukum dan nepotisme.

Sulit disanggah bahwa seorang pejabat publik tidak akan terganggu konsentrasinya ketika kerabatnya mengikuti kontestasi pilkada. Sangat dimungkinkan, ia akan menggunakan pengaruhnya demi memenangkan kerabatnya dalam kompetisi pilkada. Abuse of power.

Kepentingan masyarakat pada akhirnya akan terganggu. Itu terjadi karena tenaga dan pemikiran pejabat publik terkuras demi kepentingan sanak kerabat. 

Finally. Pejabat publik secara aktif terlibat menyukseskan sanak kerabat dalam pilkada sejatinya merupakan pejabat yang  menerapkan praktik aji mumpung. Mumpung ia sedang menjabat, ia akan mengajak sebanyak mungkin kerabatnya berada di posisi pemerintahan. 

Padahal, aji mumpung merupakan karakteristik masyarakat feodal yang tidak mengedepankan aspek edukasi dan kompetensi. Ini tentu bertolak belakang dengan karakter masyarakat modern yang well-educated dalam negara demokrasi.

(***)






Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah