#by : b. yudhiarto#
Menarik menyaksikan beberapa hari lalu ada kesalah-pahaman kecil di jagad Twitter.
Akar masalahnya sederhana : keengganan untuk mem-follow balik (follback).
Tidak menjadi masalah bila keengganan itu dilanjutkan. Buktinya, dia memiliki follower lebih dari 100.000 tetapi followingnya kurang dari 100 dan tak ada seorangpun keberatan terhadap ketidakseimbangan rasio follower terhadap following serta tak ada aksi protes atau demonstrasi besar-besaran netizen Twitter menuntut keseimbangan rasio yang dimiliki.
Yang memantik perdebatan ialah adanya persyaratan yang diperlukan untuk di-follow back yakni : tweet berkualitas dari inisiator followback.
Adanya persyaratan tersebut menunjukkan ada pihak yang lebih pintar daripada yang lain dan ada pihak yang lebih rendah daripada yang lain.
Mendefinisikan tweet berkualitas ialah hal yang sangat subjektif karena beragamnya standard kualitas dan pedoman teknis yang dari setiap pemilik akun Twitter. Twitter juga tidak merilis aturan tertulis bagaimana tweet bisa dikatakan berkualitas. Tentu tweet yang dikatakan berkualitas itu setidaknya mengandung unsur kepatuhan terhadap norma.
Tidak ada perdebatan atau diskusi bisa dibangun karena ketiadaan standardisasi kualitas tweet. Saling memahami dan menghormati merupakan solusi bijak terhadap hal tersebut.
Beragamnya tingkat pendidikan dan pemahaman netizen di Twitter memunculkan kemajemukan cara berpikir. Kedua hal tersebut terlihat dari tweet yang tertulis di setiap akun pengguna Twitter. Kita tidak bisa menilai hal itu tidak berkualitas hanya karena tweet yang tertulis tidak sesuai dengan pemahaman yang kita miliki.
Bagi setiap pemilik akun Twitter, mereka mungkin saja menulis tweet dengan susah payah karena harus berpikir tweet apa yang seharusnya ditulis, menyusun kalimat dan mengedit tweet sebelum di-share.
Motif menulis tweet juga berbeda dan tidak semata ingin menunjukkan bahwa tweet-nya berkualitas.
Ada netizen Twitter yang isi tweet berupa : gurauan, sapaan hangat, ajakan saling follow, bahkan ada ajakan untuk mengajak kepada ketaqwaan.
Ingat !!!
Twitter itu media sosial bukan media akademik. Twitter memiliki karakteristik : Kesetaraan, kebersamaan dan informatif sedangkan institusi akademik memiliki karakteristik : analitik, prestatif dan evaluatif.
Tidak Comment, tidak Retweet, tidak Retweet With Comment, dan tidak
Like tampaknya lebih baik dilakukan daripada mengatakan "tweet Anda tidak berkualitas".
Comments
Post a Comment