Skip to main content

Ibadah yang AfdhaL

#by : b. yudhiarto#


Menjadi fitrah bagi manusia  membutuhkan Allah dalam hidupnya. Bentuk nyata kebutuhan manusia terhadap Allah ialah ibadah. 

Secara ringkas, ibadah didefinisikan sebagai segala bentuk ketaatan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala yang meliputi amalan zhahir dan amalan bathin untuk mendapat Ridha-Nya. 

Di dalam Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, ibadah merupakan bentuk keimanan terhadap Tauhid ‘Uluhiyyah.

Semua manusia tentu ingin agar ibadah yang dilakukan diterima Allah Ta’ala. Ada dua syarat suatu ibadah diterima oleh Allah yakni : Ikhlas dan ‘Ittiba.

Pertama. Ikhlas ialah melakukan ketaatan atau peribadahan semata-mata karena Allah dan mengharapkan pahala dari-Nya. Hal yang keliru bila memaknai ikhlas sebagai sesuatu yang dilakukan tanpa mengharap pamrih apapun. 
Sederhananya, ikhlas ialah mengharap pahala dari Allah Arrahman Arrahim. 
Ikhlas merupakan hal yang bukan mustahil  dilakukan hanya godaan untuk mengharap sanjungan dan pujian dari manusia itulah suatu kendala yang sering menghampiri.

Ikhlas ialah salah satu bentuk amalan hati yang hanya Allah Assami’ul Bashir yang Mengetahui keikhlasan suatu hamba. 

Seseorang tidaklah tepat mengatakan “saya ikhlas mengerjakan ini dan ini” karena ikhlas tidak membutuhkan suatu pengakuan dari manusia. 
Bisa juga diartikan bahwa ikhlas bersifat “bottom up” artinya amalan dari hamba untuk meraih pahala dari Allah Al Ghani. 

Hampir mirip dengan ikhlas ialah Ridha. Ridha  dapat diartikan sebagai sikap menerima apa yang menjadi bagian darinya. Jika ikhlas bersifat “bottom up” maka ridha bersifat “top down” yaitu menerima apa yang menjadi takdir dari Allah.

Kedua. ‘Ittiba ialah meneladani segala yang dilakukan oleh Nabi Muhammad sebagai utusan Allah (Rasullullah) sesuai dengan kadar kemampuan setiap hamba. 

Peneladanan terhadap Rasulullah meliputi : keyakinan, ucapan, perbuatan, larangan dan perintah. 
Kelima hal tersebut bisa diartikan sebagai Sunnah Rasullulah. Muhammad Rasulullah dan para rasul sebelumnya lebih memahami dan mengetahui bagaimana beribadah kepada Allah secara benar. 

Salah seorang shahabat Nabi yakni Abu Dzar al Ghifari memberikan nasehat bahwa amalan yang sedikit namun dilakukan sesuai dengan Sunnah, maka hal itu jauh lebih baik daripada amalan yang banyak namun tidak dilakukan sesuai dengan Sunnah.

Dua hal tersebut mesti dilakukan bagi manusia bila ingin amal ibadah yang dilakukan diterima Allah Tabaraka wa Ta’ala. 

Ikhlas dan ‘Ittiba sebagai syarat diterimanya ibadah sekaligus menjadi koreksi bagi sebagian besar manusia bahwa ibadah cukup dengan berlandaskan niat baik (istihsan) semata karena di dalam Ikhlas dan ‘Ittiba juga mencakup istihsan itu sendiri.

Allahu Musta’an.


Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah