Semarang ialah kota tempat kami menimba ilmu dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Semarang juga tempat kami bermain mengisi hari demi hari penuh keceriaan. Di kota lumpia ini persahabatan sejati terukir indah.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 Semarang tempatku mengenal seorang sahabat sejati. Persahabatanku dengan seseorang itu kini telah terjalin selama 26 tahun.
Moch. Muntohar ialah nama seorang sahabat yang kukenal dari sisi luar dan dalam. Dari sisi gelap dan terang.
Kami sebangku sampai tiga tahun lamanya ketika menimba ilmu di SMPN 9 Semarang. Tiga tahun bersama dan duduk semeja membuat kami saling mengenal karakter masing masing.
Aku pendiam bukan karena malas ngomong tapi karena aku sering kekurangan bahan pembicaraan. Ngobrol dengan sedikit orang dalam sunyi lebih kusukai daripada banyak orang dalam riuh.
Dia tipe orang yang terbuka, humoris, mudah bergaul dan paling bisa menghidupkan pembicaraan. Playmaker istilah yang tepat untuknya.
Selama tiga tahun menimba ilmu bersama di sekolah, selama itu pula tak ada kesalahpahaman diantara kami.
Aku kadang tidak memahami kenapa begitu awet persahabatanku dengan dia. Kerap dia bicara yang bombastis namun akupun hanya diam tak mengiyakan atau menolak. Aku yakin dia paham bahwa diamku berarti aku tidak berkenan dengan kalimatnya. Bisa jadi aku mampu menahan sedikit ketidaknyamanan demi keberlangsungan persahabatan.
Demikian pula dia. Sering dia tidak memahami kenapa betah dalam persahabatan ini padahal aku sejatinya banyak diam daripada bicara dan tak mampu membuat lelucon sebagaimana dia mampu.
Kini...
Aku di luar kota dan dia tetap di Semarang.
Jarak yang panjang ialah media paling baik untuk menjaga kerinduan hangatnya persahabatan.
Dia sosok pekerja keras. Sejak SMP aku mengenalnya bahwa dia rajin membantu orang tua berdagang. Ulet dan pantang menyerah wataknya. Supel dalam pergaulan namun kadang menyebalkan ketika dia tidak berani memberanikan diri untuk hal hal sangat penting. Aku hargai hal tersebut dan aku anggap itu sisi lemahnya. Manusiawi.
Dia pernah jadi tukang tambal ban, teknisi listrik dan kini berwirausaha dengan jasa cuci sepeda motor.
Meski kami berbeda dalam tingkat pendidikan namun antara kami tetap tidak ada jarak. Aku kerap makan di rumahnya dan tidur di kamarnya bila aku balik ke Kota Semarang.
Terdapat dua hal yang aku pahami menjadi asas persahabatan ini. Saling percaya dan komitmen menjaga.
Setiap apapun jenis hubungannya, saling percaya ialah asas paling dasar dan utama. Saling percaya bukan berarti harus menelanjangi seluruh kepribadian kita agar sahabat tersebut mengetahui sepenuhnya diri kita. Itu bukan saling percaya tapi naif. Saling percaya diartikan sebagai sikap mau mengakui dan menerima bahwa hadirnya dia sebagai sahabat memiliki arti sebagaimana hadirnya kita di kehidupannya. Bagi saya ini adalah hal utama yang tidak bisa dikompromikan.
Asas saling percaya yang telah dipupuk akan tumbuh dan berkembang menjadi sebuah komitmen untuk saling menjaga persahabatan. Ini terjadi karena adanya perasaan saling menjadi bagian diri seorang sahabat kepada kita maupun sebaliknya. Jiwa saling menjaga ini harus saya akui berat sekali mempertahankannya terlebih lagi bila kedua orang yang bersahabat tersebut masing masing telah berkeluarga.
Sahabatku....
Apa kabarmu hari ini ?
(***)
Comments
Post a Comment