#by : b. yudhiarto#
Sulit atau mudah menjawab judul di atas ?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kemiskinan ialah suatu keadaan tanpa memiliki banyak harta dan keadaan yang selalu berada dalam kekurangan. Sedangkan kebodohan ialah keadaan yang sulit untuk mengerti suatu hal.
Kemiskinan dan kebodohan bertemu pada satu titik yang sama pada sebuah lingkaran. Sehingga menentukan mana yang lebih dahulu ada diantara keduanya menjadi sebuah hal yang menarik untuk dipahami.
Menentukan pilihan mana yang lebih dulu ada antara kemiskinan atau kebodohan bisa menjadi hal mudah bila pilihan ditentukan tanpa didasari pemikiran, namun bisa menjadi hal yang bermakna bila pilihan didasarkan pada objektivitas berbasis data sehingga memunculkan rasionalitas dan bisa dipertanggungjawabkan hasilnya.
Ada dua pendekatan dalam menentukan awal eksistensi kemiskinan dan kebodohan yakni : pendekatan akademis dan pendekatan religius.
Pertama. Metode yang digunakan dalam pendekatan akademis ialah dengan membandingkan data antara pendapatan per kapita terhadap indeks pendidikan beberapa negara dalam wilayah tertentu.
Pendekatan berbasis akademis ini menghasilkan penilaian keterkaitan antara kemiskinan dan kebodohan sebagai hal yang : kuantitatif dan faktual.
Pendapatan per Kapita negara nagara di Asia Tenggara ialah :
Singapura : USD 93.680
Brunei : USD 77.700
Malaysia : USD 30.430
Thailand : USD 18.730
Indonesia : USD 13.120
Filipina : USD 8.780
Vietnam : USD 7.380
Myanmar : USD 6.850
Kamboja : USD 4.300
Untuk indeks pendidikan, data yang dirilis Deutsche Welle menempatkan Indonesia di posisi ke-5 untuk dari beberapa negara di Asia Tenggara.
Singapura : skor 0,768
Brunei : skor 0,692
Malaysia : skor 0,671
Thailand : skor 0,608
Indonesia : skor 0,603
Filipina : skor 0,610
Vietnam : skor 0,513
Kamboja : skor 0,495
Myanmar : skor 0,371
Dengan membandingkan kedua data tersebut, terdapat korelasi positif antara pendapatan per kapita dengan kualitas pendidikan.
Semakin besar pendapatan per kapita suatu negara, semakin bagus tingkat kualitas pendidikan yang diperoleh warga negaranya.
Adanya pendidikan yang berkualitas, maka kesempatan memenangkan persaingan di pasar kerja juga semakin besar. Ini mengindikasikan bahwa pendidikan berkualitas akan menghasilkan individu individu cerdas yang pada akhirnya membawa ke kehidupan yang sejahtera yang jauh dari kemiskinan.
Kesimpulan : kepintaran membawa kesejahteraan.
Kedua. Pendekatan religius memiliki peran yang bersifat kualitatif dan motivasional dalam menilai keterkaitan antara kemiskinan dan kebodohan.
Secara mutlak, kehadiran Islam datang sebagai rahmatan lil alamiin telah menghilangkan era kebodohan (jahiliyyah).
Namun bila dilihat secara relatif, tidak semua umat Islam mampu untuk memahami dan menguasai bidang bidang keagamaan dan kehidupan keseharian.
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena."
(Terjemah QS. aL Iqra : 1-5).
Ayat ini ialah ayat yang menandai kenabian Muhammad. Tugas Nabi salah satunya ialah menyampaikan risalah atau dalam istilah lain tugas Nabi Muhammad ialah melakukan Tarbiyah (mendidik) umat yang pada saat itu jauh dari ilmu.
Perintah Allah Tabaraka wa Ta'ala kepada Nabi Muhammad pada awal ayat tersebut ialah 'iqra (membaca).
Hal itu mengisyaratkan wajibnya berilmu yang diawali dengan kata perintah "membaca".
Banyaknya madrasah (sekolah) tak akan pernah menghasilkan individu yang berkualitas bila tahap fundamental tidaklah terpenuhi yaitu : membaca.
"Membaca" dimaknai sebagai kegiatan pada umumnya yaitu membaca kata demi kata yang membentuk kalimat sehingga bisa menghasilkan makna. Namun, "membaca" bisa mengalami perluasan makna sebagai membaca banyak kesempatan potensial menuju keberhasilan yang bisa dikonversi sebagai sarana menuju kesejahteraan hidup. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh orang orang terdidik.
Kesimpulan : "membaca" ialah awal proses menuntut ilmu yang wajib hukumnya bagi setiap muslim.
Pendekatan akademis dan pendekatan religius memiliki kesimpulan yang paralel bahwa kebodohan akan membawa kepada kemiskinan sehingga kebodohan lebih dulu ada sebelum kemiskinan.
Allahu Musta'an.
Comments
Post a Comment