#by : b. yudhiarto#
Untuk kesekian kali, publik Tanah Air terusik di saat pandemi Corona belum menunjukkan titik akhir.
Keterusikan itu tidak hanya dirasakan sedikit golongan tertentu namun keterusikan itu hampir pasti dirasakan seluruh komponen bangsa. Akademisi, purnawirawan, rohaniawan, bahkan rakyat awam pun merasakan ada yang tidak beres dengan hadirnya Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasil (RUU HIP).
RUU HIP tersebut sangat dan sangat berpotensi meruntuhkan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Potensi runtuhnya Dasar Negara itu ditandai dengan adanya degradasi panca-sila menjadi tri-sila kemudian mengkristal menjadi eka-sila yang dijiwai semangat gotong royong.
Semua elemen bangsa ini telah sepakat bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara ialah suatu hal sangat haram untuk diubah.
Pancasila merupakan wujud konsensus bersama semua golongan untuk menyatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan beragam latar belakang yang dimiliki.
Mengubah Pancasila sama artinya dengan meruntuhkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semua entitas penyusun berdirinya republik ini akan tercerai berai tatkala Pancasila harus mengalami perubahan.
Apa yang Anda alami bila bagian pondasi rumah Anda harus diubah ?
Bisa dipastikan seisi rumah dan penghuninya akan mengalami kehancuran akibat tertimpa bangunan.
Demikian analogi sederhana menggambarkan pemahaman RUU HIP tersebut.
Ada tiga hal yang dapat kita jadikan evaluasi dari kontroversi RUU HIP :
Inisiator, Sejarah baru, dan soliditas partai koalisi.
Inisiator. Gagasan lahirnya RUU HIP muncul dari salah satu fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Fraksi tersebut bahkan merupakan fraksi pemenang Pemilu 2019 sekaligus kadernya menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Sekedar inisiasi tanpa didukung mayorotas fraksi yang ada di DPR, maka RUU HIP tidaklah mengemuka menjadi polemik saat ini.
Hampir semua fraksi sepakat saat paripurna untuk melanjutkan pembahasan RUU HIP menjadi sebuah undang-undang.
Pada titik ini, kita bisa simpulkan bahwa polemik RUU HIP ini berasal dari Parlemen yang bertempat di Senayan.
Kita patut bertanya apakah RUU HIP ini merupakan murni aspirasi rakyat atau kepentingan segelintir individu/kelompok politik tertentu yang mengatasnamakan rakyat guna kepentingan partai atau golongan.
Sejarah Baru. RUU HIP menjadi sebuah sejarah baru eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejak pemerintahan Orde Baru (orba) hingga saat ini, belum pernah ada niat dari segelintir orang/kelompok/golongan yang mengatasnamakan rakyat untuk mengutak-atik Pancasila sebagai Dasar Negara.
Pada masa pemerintahan Ir. Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan berdarah untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis, maka kini ada segelintir individu yang berlindung dibalik partai politik di Parlemen berusaha melakukan "pemberontakan konstitusional" dengan mengutak atik Pancasila dengan RUU HIP sebagai modusnya.
Pemberontakan PKI memakan korban nyawa sesama anak bangsa, kini RUU HIP berpotensi menghilangkan prinsip dasar eksistensi sebuah negara dan bisa berkembang menimbulkan konflik yang menyangkut Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA).
Reformasi 1998 terjadi karena kemarahan rakyat terhadap pemerintah, kini potensi kemarahan rakyat tertuju kepada wakilnya di parlemen.
Soliditas Partai Koalisi. Pada mulanya semua partai pendukung koalisi pemerintah sepakat melanjutkan pembahasan RUU HIP karena saat itu belum muncul resistensi publik/rakyat terhadap RUU HIP.
Namun saat hampir semua rakyat menolak kelanjutan RUU HIP, partai partai anggota koalisi mesti berpikir ulang untuk terus membahas RUU HIP menjadi undang-undang.
Partai partai koalisi pemerintah tidak bisa begitu saja mengabaikan basis konstituennya untuk menolak pembahasan RUU HIP.
Mengabaiakan aspirasi dari konstituen dari setiap partai koalisi sama artinya partai partai tersebut membiarkan eksistensinya sebagai partai politik di ambang kehancuran.
Partai pemenang pemilu 2019 kini mungkin sibuk dengan cara bagaimana agar dia tidak sendiri ditinggal anggota partai koalisi yang bisa jadi lebih memprioritaskan aspirasi konstituennya.
Namun, partai inisiator RUU HIP memiliki alat tawar beruapa jatah kursi di kabinet pemerintah yang bisa mempengaruhi anggota partai koalisi untuk tetap mendukungnya.
Tidak adanya reshuffle kabinet bisa merupakan indikasi bahwa soliditas partai koalisi tetap terjaga meski menghadapi resistensi publik. Sebaliknya bila reshuffle kabinet dilakukan oleh presiden dan ada pengurangan jatah menteri yang berasal dari partai partai koalisi, maka hampir bisa dikatakan bahwa koalisi pemerintahan mengalami keretakan.
Allahu Musta'an.
Comments
Post a Comment