Pagi ini saya membaca berita online sebagai rutinitas harian.
Ada salah satu sekolah di daerah Rancasari, Kota Bandung mengadakan kegiatan belajar tatap muka di kelas. Alhamdulillah.
Namun, saya kecewa. Kegiatan belajar tatap muka didatangi petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP). Selanjutnya, kegiatan belajar tatap muka dibubarkan oleh Satpol PP.
Bisa dipastikan hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya menghindarkan siswa dari infeksi Corona. Benar. Tidak ada yang keliru. Semua saling memahami tugas dan wewenang masing-masing.
Dari kejadian di atas, ada pertanyaan yang mengganjal dalam benak saya.
"Sampai kapan kegiatan belajar di sekolah ditiadakan ?"
Menteri pendidikan dan kebudayaan menyatakan bahwa metode tatap muka di kelas merupakan metode terbaik pembelajaran. Semua pihak yang concern dalam pendidikan mendukung pernyataan "Mas Menteri" tersebut.
Saat ini, kegiatan belajar tatap muka harus tergantikan sementara waktu oleh sistem belajar online. Kebijakan tersebut didasarkan pertimbangan protektif : keselamatan siswa dari wabah Corona.
Harus diakui dengan jujur bahwa kegiatan belajar online selama pandemi Corona berpengaruh pada kualitas pendidikan siswa. Faktor penyebab utama ialah ketiadaan interaksi tatap muka antara guru dan siswa di kelas. Ketiadaan standard minimal gadget siswa, culture pendidikan, beragamnya tingkat ekonomi orang tua siswa dan keterjangkauan akses internet yang belum merata menjadi sejumlah faktor pendukung ketidak-efektivan metode belajar online.
Saya sangat percaya bahwa tidak ada cara terbaik dalam memberikan materi pelajaran selain adanya kehadiran guru dan siswa di kelas.
Perlu dipahami kembali bahwa kegiatan belajar tatap memiliki dua aspek yaitu : pendidikan akademis dan pendidikan karakter. Kedua aspek ini tidak ditemukan di pembelajaran online. Melanggengkan pembelajaran online pada jangka panjang akan mengubur salah satu aspek diantara keduanya.
Untuk tetap dilaksanakannya kegiatan belajar tatap muka di saat pandemi Corona, diperlukan sejumlah kreativitas kebijakan.
Kreativitas kebijakan harus tetap berpedoman pada dua hal yaitu pelonggaran kurikulum dan kehadiran bergilir. Sehingga, kualitas pendidikan para siswa tidak semakin menurun meski belajar di saat serba sulit seperti sekarang.
Pelonggaran kurikulum di saat pandemi corona dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah mata pelajaran.
Sebelum pandemi Corona terdapat sejumlah pelajaran, maka pada saat pandemi Corona perlu dilakukan pengurangan sejumlah mata pelajaran.
Sejumlah mata pelajaran tetap diselenggarakan berdasarkan tingkat kesulitan mata pelajaran.
Mata pelajaran saintik lebih utama untuk dipertahankan karena para pada umumnya mengalami kesulitan bila harus belajar tanpa guru. Sedangkan mata pelajaran sosio-humaniora seringkali siswa bisa memahami meski tanpa kehadiran guru.
Sejumlah guru yang tidak mengajar karena pengurangan jumlah mata pelajaran dapat memberikan tugas harian untuk dikerjakan di rumah. Selanjutnya tugas harian dapat berlaku sebagai alat penilaian akademik. Langkah ini tidak bertentangan dengan kebijakan pelonggaran kurikulum yang dikeluarkan pemerintah.
Kehadiran bergilir merupakan kelanjutan dari pengurangan jumlah mata pelajaran. Prinsipnya ialah membagi jumlah siswa dalam satu kelas menjadi beberapa gelombang keikut-sertaan belajar dan pemanfaatan "jam kosong" imbas dari pengurangan sejumlah mata pelajaran.
Pengurangan beberapa mata pelajaran akan menyebabkan tersisanya waktu belajar seluruh siswa di sekolah.
Waktu tersisa dikonversi sebagai kesempatan hadir di ruang kelas secara bergilir (shifting) bagi sejumlah siswa dalam kelas yang sama.
Misal. Semula kelas terdiri dari 40 siswa. Sebanyak 20 siswa gelombang pertama menyelesaikan jam belajar di kelas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Setelah selesai, sebanyak 20 siswa gelombang kedua mengikuti kegiatan belajar tatap muka dengan materi pelajaran sama dengan 20 siswa pada gelombang sebelumnya.
Kehadiran 20 siswa gelombang kedua ini merupakan bentuk pemanfaatan "jam kosong" pengurangan sejumlah mata pelajaran.
Kehadiran bergilir siswa tersebut merupakan bentuk penerapan prinsip physical distancing. Dengan demikian berlaku aturan satu siswa satu bangku. Tidak ada siswa yang duduk bersebelahan dan berdekatan.
Menimbang hal tersebut di atas, sangat dimungkinkan para siswa dalam satu sekolah bisa melakukan kegiatan belajar tatap muka.
Keberanian mengaktifkan kembali pembelajaran tatap muka di kelas harus tetap diusahakan meski pandemi Corona belum berakhir.
(***)
Comments
Post a Comment