Skip to main content

Empat Hal Unik di Semarang

Pernahkah Anda berkunjung ke Kota Semarang ?

Bila sudah berkunjung, apa hal unik yang masih Anda ingat ?

Bila belum berkunjung, ada beberapa hal unik yang bisa Anda temui di kemudian hari.

Semarang sebagai sebuah kota besar di Indonesia memiliki banyak sisi menarik selain Lawang Sewu yang iconic meski terkenal sangat angker. 
Katanya loh... Tapi ngeri juga ke sana sendirian.

Sebagai warga Kota Semarang, setidaknya ada empat hal unik namun garing tetapi nyata dan saya temukan hingga saat ini.

1. Tiada Angkot Tapi Daihatsu

Sarana transportasi pasti ada setiap kota untuk mendukung mobilitas warga sehari-hari. Salah satu jenis transportasi warga Kota Semarang  ialah  mobil minibus kecil yang lazim disebut angkutan kota (angkot). 
Namun, wong Semarang nggak ada yang menyebutnya angkot. Mereka menamakan angkot dengan sebutan Daihatsu.

Awal cerita, angkutan kota di Semarang yang pertama kali ada ialah jenis Daihatsu Hijet 55. Pada saat itu belum dikenal akronim angkot sehingga warga semarang menyebutnya dengan merek mobil tersebut yaitu Daihatsu. Kebiasaan menyebut Daihatsu  terus berlanjut hingga saat ini.

Sampai saat ini jenis angkutan kota masih tetap ada namun tidak hanya bermerek Daihatsu yang digunakan. Ada jenis Suzuki Carry dan Toyota Kijang. Tapi tetap saja mereka menyebutnya Daihatsu.

Jangan heran bila ada wong Semarang mengatakan Daihatu Carry atau Daihatsu Kijang.

2. Reruntuhan Istana Majapahit

Pakar arkeolog sepakat bahwa pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit berada di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. 
Namun demikian reruntuhan Istana Majapahit terdapat di Semarang, Jawa Tengah.

Pada dekade 80'-90'an Istana Majapahit mengalami "kejayaannya". 
Istana Majapahit ialah salah satu nama tempat rekreasi warga yang berada di Semarang Timur.

Seiring dengan ketatnya persaingan dalam bisnis wisata, berangsur-angsur "kejayaan" Istana Majapahit menjadi pudar dan kini hanya menyisakan reruntuhan yang sangat memilukan.

Kebetulan reruntuhan Istana Majapahit berada tidak jauh dari rumah saya tinggal. 

Menyedihkan.

3. Wong Semarang Makan Badak

Habitat Badak berada di Taman  Nasional Ujung Kulon, Banten. Namun anehnya badak tidak punah meski tiap hari dimakan wong Semarang. 

Badak ialah istilah bagi wong Semarang menamai gorengan berjenis bakwan. Di kota lain, misalnya di Bandung, bakwan disebut bala-bala.

Badak biasanya dijual di pagihari dan pasti ada di kantin kantin sekolah. Jangan heran kalau wong Semarang  fisiknya sangat kuat karena setiap hari rutin makan badak.

4. Wong Semarang Makan Beton

Wong Semarang tak hanya suka makan badak tetapi mereka juga makan beton, terutama anak anak.

Jangan Anda berpikir beton ialah material bangunan campuran antara semen, pasir, kerikil, kapur, dan sebagainya tetapi beton ialah nama dari biji buah nangka.

Wong Semarang terkenal hemat dan cermat. Bila memakan nangka yang sudah matang, mereka tak hanya memakan buahnya namun juga biji nangka akan dikumpulkan lalu direbus hingga lunak menjadi makanan ringan atau cemilan.

Beton yang telah direbus memiliki rasa yang tak kalah nikmat dibandingkan ubi rebus.

Sementara empat hal unik itu dulu yang saya tuliskan. 

Semoga terhibur meski tulisan ini sangat tidak lucu karena saya bukan Mas Thukul.

Puas..
Puas..
Puas..
Eeaaaa..

(***)


Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah