Skip to main content

Manfaat Membaca Koran

Saatnya kembali ke Bandung. Selalu ada cerita manis yang saya dapatkan di Kota Kembang.

Sewaktu kuliah di Bandung, ada pengalaman non-akademik yang saya peroleh. Bukan masalah percintaan atau gaya hidup konsumtif yang lazim bagi mahasiswa. Pengalaman membaca koran. Itu yang saya maksud.

Membaca koran bagi kebanyakan orang mungkin  menjadi hal yang biasa. Sekedar membaca  berbagai berita yang tidak sempat disaksikan di televisi atau didengar di radio. Bagi saya, koran lebih dari sekedar media massa yang memberitakan beragam peristiwa yang telah dan akan terjadi.

Terdapat tiga nama koran yang rutin saya baca yaitu Media Indonesia, Koran Tempo dan Pikiran Rakyat. 

Kenapa tiga koran tersebut yang saya baca ?

Harga.

Koran yang dijual sekitar kampus Universitas Padjadjaran di Bandung dan Jatinangor memiliki harga spesial. Spesial yang saya maksudkan ialah harga murah.

Benar. Harga murah menjadi alasan rasional membeli koran. Saat itu harga Media Indonesia Rp 1000, Koran Tempo Rp 1000 dan Pikiran Rakyat Rp 1200. Harga tersebut sekitar 50% dari harga yang tertera.

Saking murahnya, saya dulu berprinsip Tiada Hari Tanpa Membaca Koran.

Pengalaman membaca koran membuat saya menyimpulkan ada dua kategori manfaat membaca koran yakni manfaat utama dan manfaat tambahan.

Manfaat utama membaca koran ialah mendapatkan informasi tentang berbagai peristiwa semisal ekonomi, politik, sosial budaya pendidikan, olahraga dan berbagai hal lain. 

Manfaat ini hanya dapat diperoleh dengan membaca secara sabar. Mutlak diperlukan kesabaran membaca kalimat demi kalimat agar diperoleh pemahaman berita secara utuh.

Kesabaran dalam membaca setiap kalimat yang berlanjut pada setiap paragraf menuntun pembaca secara umum untuk berpikir runtut, konseptual dan sistematis.

Membaca laporan berita dengan penuh kesabaran mampu memberikan ruang jeda bagi pembaca untuk sejenak berpikir dan meresapi informasi sebelum beralih ke kalimat atau paragraf selanjutnya. Ini merupakan ciri khas koran yang tidak dimiliki media media elektronik. Pembaca sebagai penerima informasi dituntut aktif.

Sebagian orang tidak  fair membandingkan koran  dengan sejumlah media online. Harus diakui bahwa koran memiliki kekurangan pada sisi kekinian informasi sedangkan media online  memperbarui informasi secara periodik dalam sehari. Tetapi bukan hal di atas yang menjadi atensi saya. 
Saya sekedar berbagi cerita pengalaman membaca koran saat dulu ketika belum menjamur media online seperti sekarang.

Next.

Manfaat tambahan membaca koran saya artikan sebagai manfaat yang terlepas dari kekinian berita yang disuguhkan.

Melatih tata bahasa baku. Saya mengerti bahwa untuk menjadi pewarta dibutukan kemampuan menulis dalam Bahasa Indonesia secara baik dan benar. 

Dengan membaca koran setiap hari, saya secara langsung belajar menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan pesan secara tertulis dengan lebih komunikatif. 

Ini menjadi sebuah pelajaran berharga yang menunjang kuliah Bahasa Indonesia yang telah saya lalui.

Materi dari dosen Bahasa Indonesia lebih saya pahami bila saya membaca koran.

Fotografi. Sejumlah laporan berita kerap memiliki aspek visual berupa foto. Foto mempersonifikasi bahwa laporan berita benar-benar berbicara kepada para pembaca. 

Sebagus apapun laporan berita akan tidak bermakna bila tidak ada foto yang disajikan. Foto memberi arti pada laporan berita.

Foto yang termuat dalam  laporan berita tentu sudah mengalami seleksi yang akurat tentang berbagai aspek fotografis. 

Dengan hal tersebut, saya simpulkan bahwa foto dalam laporan berita ialah foto yang terbaik untuk dijadikan rujukan belajar teknik fotografi. 

Namun, hingga saat ini harus saya akui bahwa saya lemah dalam bidang fotografi meski sering mengamati banyak foto dalam sejumlah laporan berita sebagai rujukan belajar.

Bahan Belajar. Saya menghargai koran pada aspek tulisan yang tersaji bukan pada baru atau lamanya berita. Menurut saya, setiap kalimat yang ada dalam koran telah sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia baik dari segi diksi, tata bahasa, tanda baca dan sebagainya.

Banyak teman semasa kuliah datang ke indekos  untuk mencari artikel opini dari sejumlah pakar maupun informasi lain tentang suatu hal. Dosen mata kuliah  Bahasa Indonesia biasanya memberi tugas mencari sejumlah kalimat yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Saya lebih rela bila koran yang telah saya beli dipotong-potong dengan gunting untuk dijadikan kliping daripada menjual koran bekas tersebut dengan nominal yang tidak seberapa. 

Mengunduh Ilmu. Pada kolom opini atau pendapat, lazimnya sejumlah tokoh publik menulis tentang berbagai hal yang menjadi keahliannya. 

Dengan keahlian yang dimiliki, ia memberikan sudut pandangnya tentang suatu topik dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami meskipun ia seorang tokoh akademik dengan gelar yang tinggi.  

Hal tersebut menyadarkan saya bahwa sepintar apapun seseorang namun tanpa memiliki skill menulis yang baik, maka ilmu yang dimiliki kurang begitu bermanfaat bagi publik. Di sisi lain juga saya pahami ada peran tim redaksi dalam meng-edit setiap tulisan yang dibuat oleh para pakar agar dapat dimengerti publik secara mudah.

Koran apa yang Anda baca ?

(***)

Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah