Skip to main content

Menjawab Tuduhan Radikal

Telah lama kata radikal muncul di berbagai pemberitaan. Dari dan untuk siapa kata radikal berasal dan ditujukan menjadi hal menarik dibicarakan. Radikal selalu dan selalu dialamatkan kepada umat Islam, tidak kepada umat agama lain. Anehnya ialah mereka yang mengatakan radikal itu justru umat Islam sendiri. Dia melabeli radikal kepada saudara seiman. Audzubillah min dzaliik.

Sandaran tuduhan radikal sangat sederhana yaitu : jenggot panjang, gamis, celana cingkrang dan cadar. Keempat hal itu lazim digunakan sebagai alat mencukupi untuk sebuah tuduhan : radikal.

Tidak sesederhana itu predikat radikal dialamatkan, terlebih lagi penuduh dan tertuduh radikal sama sama beragama Islam. 

Mudahnya seseorang mengatakan radikal tak lepas dari satu penyebab utama yakni jauhnya ilmu Islam yang dimiliki penuduh. Jika pun dia berilmu secara faqih, patut diduga dia menggadaikan keilmuannya demi tujuan tertentu.

Dalam perkembangannya, tuduhan radikal kerap ditujukan kepada umat Islam yang berbeda atau di luar kelompoknya beragama. Pemikiran seperti ini sangat kerdil. Seolah-olah hanya dia dan golongannya yang berhak melontarkan tuduhan kepada siapapun.

Seolah-olah orang yang dituduh  sangat dangkal dan penuduh itu sangat faqih pemahaman agamanya. Bisa juga terjadi sebaliknya, penuduh tidak lebih memahami Islam daripada mereka yang dituduh radikal.

Kata radikal memiliki banyak arti sebagaimana yang tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Radikal memiliki tiga arti yaitu :

Satu. Suatu hal secara mendasar sampai kepada hal yang prinsip (fundamental).

Dua. Suatu perubahan di bidang politik yang amat keras menuntut perubahan undang-undang dan pemerintahan.

Tiga. Sebuah konsep pemikiran atau tindakan yang mengalami kemajuan.

Saya mencoba hubungkan tuduhan radikal dengan tiga definisi radikal yang termuat dalam KBBI.

Satu. Semua umat Islam sepakat bahwa meneladani (ittiba) Sunnah Rasulullah ialah suatu kewajiban. Beliau diutus untuk menjadi teladan bagi umatnya.

Keteladanan yang beliau wariskan kepada kita berupa keyakinan, ucapan dan perbuatan. Ketiganya harus dilakukan secara kaffah namun dikembalikan lagi kepada kemampuan umatnya untuk melakukannya.

Umat manusia yang kaffah ialah para Shahabat Nabi. Segala keyakinan, ucapan dan perbuatan Nabi mereka amalkan dengan sungguh sungguh.

Apakah usaha untuk meneladani Nabi dari segi keyakinan, ucapan dan perbuatan beliau merupakan suatu sikap radikal ?

Tentu jawabnya TIDAK.

Bila jawabnya YA, maka jawaban ini hanya terucap dari segolongan orang yang tidak mengenal dan memahami Sirah Nabawiyyah, Sirah Shahabat, sejumlah Kitab Hadits dan cara beragama (manhaj) yang belum kokoh.

Bila kita melihat konteks kekinian, saya berpendapat bahwa setiap umat Islam yang bersungguh sungguh meneladani Nabi akan dilabeli sebagai kaum radikal oleh orang atau kelompok yang mengucapkannya.

Pelabelan radikal saya maknai sebagai sikap iri hati karena mereka tidak mampu meneladani Nabi dari segala aspek.

Langkah terbaik terhadap pelabelan radikal ini ialah mengabaikan dan tidak terpengaruh oleh label radikal tersebut. Pelabelan radikal yang mereka lakukan sesungguhnya tidak dibangun di atas kaidah ilmu.

Dua. Harus diakui bahwa ada sekelompok kecil umat Islam berbuat kerusakan dengan cara membunuh atau menciptakan teror kepada umat beragama lain bahkan ke dalam diri umat Islam sendiri. 

Secara lahiriah mereka Islam karena mengenakan atribut dan berperilaku layaknya muslim yang taat. Namun, sejatinya mereka telah keluar dari Islam. Mereka ialah kaum Khawarij.

Kaum Khawarij memiliki agenda utama menciptakan sistem pemerintahan yang sesuai dengan pemikiran mereka. 

Dalam mewujudkan kehendaknya, kaum Khawarij tidak segan menggunakan segala cara termasuk berbagai hal yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Dengan demikian, saya sependapat bahwa kaum Khawarij menggunakan cara cara radikal dalam mencapai tujuannya. 

Saat ini memang banyak umat Islam yang kritis terhadap berbagai kebijakan penguasa. Sikap kritis ini bukanlah hal yang tabu dilakukan di negara demokrasi seperti Indonesia. 

Sikap kritis umat Islam mendapat tanggapan negatif dari sekelompok golongan yang memiliki kepentingan terhadap penguasa atau bahkan penguasa itu sendiri.

Untuk menghentikan sikap kritis umat Islam, dibangunlah terminologi radikal yang dialamatkan kepada setiap umat Islam yang kritis terhadap penguasa. Saya berkeyakinan bahwa hal tersebut merupakan titik kemunculan tuduhan radikal kepada umat Islam.

Mereka memahami bahwa jika umat Islam berada satu barisan dan kritis terhadap penguasa, maka terbentuklah suatu kekuatan yang luar biasa besar.

Kekuatan luar biasa besar ini berpotensi mengganggu berbagai kebijakan penguasa yang dirasa kurang memihak kepada kepentingan rakyat.

Pada akhirnya tuduhan radikal hanya sebuah paranoid terhadap umat Islam. Dibuatlah tuduhan tuduhan radikal agar umat Islam terbelah sehingga penguasa dan antek anteknya leluasa membuat kebijakan yang senantiasa tidak berpihak kepada kepentingan rakyat.

Allahu Musta'an.

Tiga. Kebebasan beragama di Indonesia merupakan sebuah hal yang patut disyukuri, terlebih untuk umat Islam. Negara menjamin setiap umat Islam untuk beribadah dalam menjalankan ketaatan beragama. Salah satu bentuk nyata jaminan kebebasan beragama ialah berkembangnya dakwah dakwah Islam. 

Perkembangan dakwah Islam tak hanya pada sisi jumlah kajian dakwah yang terus bertambah namun juga kualitas materi dakwah yang mendalam dan sarat ilmu.

Salah satu hasil kemajuan dakwah ialah lahirnya semangat untuk beragama. 

Bagaimana semangat beragama yang dimaksud ?

Yaitu semangat menjalankan ketaqwaan sebagaimana ketaqwaan yang dimiliki Shahabat Nabi.

Semua umat muslim sepakat bahwa para Shahabat Nabi ialah suatu generasi yang memahami setiap ajaran Islam secara mendalam. Tidak ada generasi setelah generasi Shahabat yang mampu mengungguli ketaqwaan mereka. Tidak ada.!

Di sinilah muncul ketakutan terhadap Islam dan penganutnya (Islamophobia)

Islamophobia dimiliki oleh kelompok kelompok yang membenci umat Islam. Banyak alasan islamophobia ini terjadi, salah satunya ialah kekuatan umat Islam yang sangat besar bila umat Islam bersatu. 

Kekuatan umat Islam inilah sejatinya yang menakutkan para pembenci Islam. Mereka bisa berasal dari umat selain Islam atau mereka yang bersembunyi dalam diri umat Islam untuk suatu kepentingan.

Perjalanan akhir dari bersatunya umat Islam ini ialah terbentuknya masyarakat madani, yaitu sebuah masyarakat yang hidup berdampingan secara adil dalam segala sendi kehidupan.

Mereka yang membenci Islam sangat tidak mengingkinkan terbentuknya masyarakat madani. 

Kenapa ?

Terciptanya masyarakat madani berarti kematian  mereka dalam mewujudkan beragam tujuan.

Salah satu cara untuk mencegah terwujudnya masyarakat madani ialah dengan menebar issue radikal.

Issue radikal disebarkan di antara umat Islam sendiri. Bertingkat tingkatnya pemahaman umat Islam menjadikan issue radikal ini merupakan alat efektif dalam menciptakan perpecahan di antara umat Islam. Ada segolongan umat Islam yang terpengaruh dan ada pula yang tidak.

Pada poin tiga ini disimpulkan bahwa radikal ialah kemajuan umat Islam untuk kembali kepada ajaran Islam sebagaimana dipahami oleh para Shahabat Nabi, namun pada saat yang sama radikal diolah oleh musuh musuh menjadi alat ampuh untuk memecah umat Islam.


(***)




Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah