"Taukah engkau ?"
"Ndak."
"Apa coba ?"
"Apa ?"
"Ternyata Pak Ogah ada tiga tipe."
"Yang bener ?"
Simak....
Kita pasti sudah paham tentang nama Pak Ogah. Pak Ogah ialah nama panggilan. Nama aslinya hingga kini tidak ada yang mengetahuinya.
Sejak awal era TVRI (Televisi Republik Indonesia) hingga era multimedia kompleks saat ini nama Pak Ogah tetap awet.
Lestari.
Langgeng.
Meski Pak Ogah tidak berubah nama namun pekerjaannya berubah.
Menurut jenis pekerjaannya, Pak Ogah bisa dikelompokkan menjadi tiga tipe.
Tipe 1.
Pak Ogah tipe 1 ini ialah The Real Pak Ogah. Karakter yang hadir di film serial anak Si Unyil ini digambarkan sebagai seorang pengangguran berkepala pelontos dan kerap meminta uang Rp 100 kepada Unyil, Usrok, Ableh dan anak anak kecil lain yang lewat di depan pos ronda tempat dia mangkal.
"Cepek dulu dong....!!!" ialah ucapan yang menjadi ciri khasnya.
Meski berperan sebagai pengangguran namun karakter Pak Ogah dalam film seri Si Unyil memiliki sisi edukasi moral kepada anak anak bahwa hidup jangan jadi pengangguran yang kerjanya cuma bisa meminta minta.
Tipe 2.
Pak Ogah tipe 2 merupakan Pak Ogah tipe 1 yang bertransformasi di kehidupan nyata.
Pak Ogah tipe 2 memiliki kesibukan yang berbeda dengan kesibukan Pak Ogah tipe 1.
Pak Ogah tipe 2 digambarkan dengan seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas) atau penjaga perlintasan kereta api tanpa palang.
Setelah dia memberikan pelayanan jasanya, dia meminta keridhaan para pengguna jalan untuk menyisihkan sedikit rizki yang dimiliki.
Nggak besar besar banget yang diminta. Sukarela sifatnya. Rp 500, Rp 1000 atau Rp 2000 ialah upah wajar di jaman sekarang untuk sebuah jasa membuka jalan bagi banyak mobil dan sepeda motor agar tidak terjebak macet dan selamat melewati perlintasan kereta api tanpa palang.
Bagi saya, Pak Ogah tipe 2 ialah sosok pahlawan yang terabaikan.
Jalan raya menjadi medan perjuangannya.
Dia bertaruh nyawa tertabrak mobil dan sepeda motor serta berbagai moda transportasi lain demi membantu mobil dan sepeda motor untuk berputar balik, memotong jalan, mengurai kemacetan di persimpangan akibat ketiadaan lampu lalu lintas dan minimnya jumlah petugas.
Pada awalnya sebagian masyarakat menganggap Pak Ogah tipe 2 sebagai sekelompok preman yang mengais recehan di jalan raya namun seiring berjalannya waktu dan penambahan jumlah kendaraan serta meningkatnya kemacetan lalu lintas stigma itupun berubah.
Mereka kini dibutuhkan demi kelancaran pengguna jalan dalam berlalu-lintas.
Mereka yang berutang jasa kepada Pak Ogah ini ialah polisi lalu lintas, petugas dinas lalu lintas angkutan jalan raya dan masyarakat pengguna jalan.
Tipe 3.
Mengklasifikasikan kelompok ini sebagai Pak Ogah tipe 3 merupakan cara halus dalam "menghargai" perbuatannya.
Pak Ogah tipe 3 memiliki karakteristik sebagai individu berpendidikan sangat memadai dan berada di level atas dalam strata ekonomi.
Mereka ialah sekumpulan pelaku korupsi meliputi segala pejabat dan aparat birokrasi di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Berbeda dengan Pak Ogah tipe 1 dan tipe 2, Pak Ogah tipe 3 meminta imbalan bukan berbentuk uang receh sebagai "balas budi" atas jasanya.
Imbalan berupa setumpuk uang tunai dengan jumlah angka 0 sangat buaaanyaaak.
Biasanya Pak Ogah tipe 3 ini mendapat imbalan dari pihak swasta yang berkepentingan terhadap suatu projek pemerintah. Di pemerintahan, Pak Ogah kerap meminta kepada pengusaha sekian persen (%) dari nilai export dan import yang telah disetuji pemerintah.
Pak Ogah di parlemen lazimnya melakukan usulan kebijakan legislasi yang pro-pemilik modal. Mereka berjuang mati matian agar undang undang yang dihasilkan bisa memberi keuntungan kepada pengusaha atau pemilik bisnis.
Lembaga yudikatif yang konon sangat menjunjung tinggi hukum juga menjadi lahan menguntungkan bagi Pak Ogah. Jual beli perkara menjadi hal lumrah agar saldo rekening bank terus bertambah.
Tawar menawar kepada pihak pihak berperkara agar hukuman bisa diperingan menjadi "barang dagangan" Pak Ogah.
Pak Ogah tipe 3 merupakan hasil dari meningkatnya kualitas pendidikan namun tanpa dibarengi dengan peningkatan spiritual.
Banyak orang pintar dan cerdas namun kepintaran dan kecerdasannya justru menyengsarakan rakyat.
Saya nggak tahu apakah ke depan akan ada lagi Pak Ogah - Pak Ogah yang lebih canggih.
(***)
Comments
Post a Comment