PKL menjual beragam jenis makanan dan minuman. Makanan ringan hingga makanan berat. Minuman tradisional hingga minuman kekinian. Orang menamakannya jajanan kaki lima. Bahkan saat ini barang dagangan PKL sangat beragam tidak sebatas makanan dan minuman.
PKL mulanya merupakan sebuah istilah bagi pedagang yang berjualan menggunakan gerobak dorong.
Gerobak dorong semula memiliki tiga roda : doa roda sepeda motor terdapat di kanan-kiri dan satu roda kecil yang terletak di bagian belakang. Kedua kaki penjual yang mendorong gerobak itu dianggap sebagai kaki. Dengan demikian penjual makanan dengan gerobak dorong dinamakan sebagai pedagang kaki lima.
PKL saat ini berjualan menggunakan mobil, nggak lagi mendorong gerobak seperti semula.
Makna PKL juga bergeser, saat ini pedagang kaki lima identik dengan pedagang yang berjualan aneka makanan dan minuman yang bertempat di trotoar dan pinggir jalan.
Sebagian besar orang mengaitkan keberadaan PKL di pinggir jalan sebagai penyebab utama kemacetan. Ada benarnya hal tersebut, meskipun penyebab lalu lintas yang utama ialah populasi kendaraan yang tidak terkendali sementara ruas jalan yang tersedia sangat terbatas untuk dilewati mobil dan sepeda motor.
Tulisan ini tidak membicarakan tentang kemacetan yang disebabkan oleh keberadaan PKL. Saya lebih memandang PKL sebagai sebuah potensi ekonomi yang belum digarap secara maksimal oleh pemerintah daerah (pemda).
PKL setidaknya memiliki tiga potensi ekonomi : sentra kuliner, pendapatan daerah dan solusi mengatasi pengangguran.
Klaster Kuliner
Klaster kuliner dimaksudkan sebagai upaya mendekatkan konsumen dengan PKL berdasarkan lokasi, segmentasi konsumen, diversifikasi produk dan pelayanan serta harga kompetitif.
Satu illustrasi ringan. Konsumen yang beraktivitas di sentra perkantoran umumnya gengsi untuk mampir membeli makanan di PKL. Mereka lebih tertarik datang ke rumah makan berkelas atau kafe kafe mahal hanya untuk makan dan minum yang sebenarnya harganya terlalu mahal.
Klaster kuliner ini mengedepankan prinsip mutualisme, saling menguntungkan. Konsumen mendapatkan harga yang lebih ekonomis dengan banyak varian makanan dan minuman yang sesuai dengan culture Indonesia. PKL mendapat harga yang lebih tinggi namun masih rendah daripada harga restoran/kafe.
Secara umum, masyarakat lebih cocok makan menu Indonesia namun karena lokasi PKL yang tidak nyaman serta menu yang itu itu saja mengakibatkan banyak konsumen urung datang membeli makanan dan minuman di lapak PKL.
Pendapatan Daerah
Undang Udang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah (pemda) menarik retribusi dari PKL.
Retribusi daerah yang termuat dalam undang undang tersebut terdiri dari : retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu.
Retribusi jasa umum dalam undang undang tersebut masih diperinci kembali dengan sejumlah jenis retribusi yang salah satunya ialah retribusi pengendalian lalu lintas.
Retribusi pengendalian lalu lintas ialah pungutan atas sejumlah penggunaan ruas jalan, koridor dan kawasan tertentu pada waktu dan tingkat kepadatan tertentu.
Berdasarkan undang undang tersebut, pemerintah daerah secara legal berwenang menarik retribusi dengan besaran tertentu kepada setiap PKL yang berjualan di sepanjang bahu jalan, trotoar atau sejumlah titik jalan yang memungkinkan terjadinya penumpukan arus lalu lintas.
Asumsikan pada satu ruas jalan tersapat 100 PKL. Setiap PKL harus membayar retribusi sebesar Rp 5000/hari. Maka dalam sebulan akan diperoleh pemasukan dari PKL sebesar Rp 5000 x 100 x 30 = Rp 15.000.000 untuk satu ruas jalan.
Saya yakin jumlah PKL sangat banyak dan ruas jalan yang tersedia tidak mungkin hanya satu.
Potensi pemasukan dari PKL kepada pemerintah daerah ini telah dirampas oleh sejumlah oknum. Para PKL sehari-hari telah membayar iuran ini dan itu yang pada akhirnya tidak jelas arah iuran tersebut.
Pemerintah daerah yang diwakili oleh dinas pendapatan daerah semestinya melakukan pencatatan dan pembaruan data kepada sejumlah PKL demi diperolehnya pendapatan di sektor ekonomi kerakyatan tersebut.
Solusi Mengatasi Pengangguran
Harus diakui bahwa keberadaan PKL sangat membantu pemerintah mengatasi angka pengangguran.
Banyak PKL sejak awal berniat berdagang karena memiliki jiwa wirausaha. Ini patut diapresiasi pemerintah.
Namun, tidak sedikit juga PKL saat ini merupakan orang orang yang kehilangan mata pencaharian akibat pemutusan hubungan kerja dan lain semisalnya.
Bisa kita bayangkan bila mereka yang berjiwa wirausaha dan mantan pekerja tidak berusaha sebagai PKL, tentu angka pengangguran semakin meningkat yang pada akhirnya menjadi penyeban ketidakstabilan sosial di masyarakat.
PKL adalah manusia manusia tangguh.
Mereka tidak menggerogoti anggaran negara.
Mereka secara nyata menjadi salah satu penggerak ekonomi kerakyatan di Indonesia.
Mereka inilah orang orang yang berdikari sesungguhnya.
Pemerintah semestinya berbangga dengan PKL karena mereka ialah orang orang pemberani untuk hidup dari hasil keringatnya sendiri.
(***)
Comments
Post a Comment