Setiap kita pasti punya kenangan. Bagi saya kenangan terindah ialah pengalaman. Pengalaman memiliki wujud yang beragam bagi setiap orang. Pengalaman ibarat DNA (Deoxyribo Nucleid Acid) yang tidak akan pernah sama persis plek untuk setiap orang meski itu saudara kembar identik.
Dua puluh satu tahun lalu, saya memiliki pengalaman sebagai satu kenangan terindah. Pengalaman saya itu tentang awal mula berkenalan dengan internet.
Ya. Internet.
Sampai saat ini internet menjadi bagian dari hidup saya.
Hehehe....
Sok gaya euy...
MiCasa Internet Cafe ialah satu tempat yang memberi saya pengalaman berharga tentang dunia maya. Tahun 1999 saya dan seorang sahabat dekat berkunjung ke sana.
Marochin ialah nama sahabat dekatku yang kukenal sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Semarang (SMP N 9 Semarang).
Saya gunakan kata ganti "dia" bukan "beliau" karena kami hampir seumuran dan saya yakin kalau saya menggunakan kata ganti "beliau", dia bakal gimana 'gitu.
Hush... Ojo ngguyu
Hehe...
Saat itu internet merupakan sesuatu yang langka dan "barang' mewah namun banyak orang ingin menggunakannya. Sulit sekali menemukan tempat yang menyediakan akses internet kalaupun ada pasti banyak orang antri untuk menggunakannnya. Akhirnya saya dapatkan informasi bahwa saya harus ke warung internet (warnet) untuk bisa menggunakan internet.
Kami berdua berboncengan naik sepeda motor menuju ke MiCasa Internet Cafe yang saat itu berada di Ruko Mal Ciputra di kawasan Simpang Lima, Kota Semarang. Saat itu untuk bisa menikmati layanan internet di MiCasa Internet Cafe, saya harus membayar sebesar Rp 6000/jam.
Aku sengaja mengajak dia untuk mengajariku apa dan bagaimana internet itu.
"Loh kenapa seumuran tapi kok dia lebih paham internet ?"
Barangkali kalimat itu terucap dari Anda yang kritis kenapa saya mengajak Marochin untuk mengajari saya internet.
Marochin memiliki kompetensi pendidikan menengah di bidang multimedia dan design grafis. Dia alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Grafika Semarang yang merupakan sekolah favorit bagi anak anak yang terampil dan berbakat di bidang teknologi.
Itulah jawabannya.
Saat ini, Marochin sibuk dengan pekerjaannya di salah satu surat kabar nasional : Republika.
Kami sampai di MiCasa Internet Cafe dan memesan satu ruangan yang berisi satu set Personal Computer (PC) yang terhubung dengan jaringan internet.
Saya masih ingat betul saat itu PC tersebut menggunakan Windows '98 sebagai Sistem Operasinya. Jangan Anda bayangkan kecepatan internet saat itu dengan sekarang. Tentu tidak apple to apple.
Mulai browsing.....
"Ameh bukak opo 'ki?"
("Mau buka apa sekarang?")
Ialah satu frase yang membuatku menyerah untuk menjawab.
Lha wong saya nggak paham apa itu internet malah ditanya demikian.
Bingung juga jawabku.
Michael Learns To Rock (MLTR) ialah salah satu group band asal Denmark yang hits di dekade 90-an kala itu. Saya termasuk penggemar setiap lagu MLTR. Tiap membeli kasetnya selalu ada tulisan "See Inlay Card for Details" yang ada di sampul kaset. Tak hanya tulisan tersebut, ada juga tulisan "www.mltr.dk" yang ada di sampulnya.
Saat itu yang aku ingat "www.mltr.dk" sebagai website yang bisa diakses untuk dapat mengetahui lebih jauh group band MLTR tersebut.
Lalu aku meminta Marochin sahabatku itu mengetik "www.mltr.dk". Dia ketik "www.mltr.dk"tersebut pada browser yang saat itu hanya terinstall Internet Explorer. Belum ada Mozilla Firefox dan Opera.
Mulailah dia mengajariku bagaimana seharusnya berselancar di dunia maya. Website "www.mltr.dk" saat itu menjadi latihan dasar dan pertamaku menggunakan internet sebagai sebuah teknologi. Tak butuh waktu lama untuk memahami dan menggunakan internet. Cukup satu jam dan saya pun paham apa yang diajarkan sahabatku tersebut.
Cukup sederhana dan mudah berselancar di dunia maya. Namun mencoba pertama kali dan keterbatasan perangkat pada saat itu menjadi faktor penghambat dalam menggunakan internet.
Kini...
Saya berutang budi kepada Marochin atas kebaikannya mengajarkan internet meski hanya satu jam namun sangat aplikatif. Bagi saya, internet merupakan sarana yang mudah, menyenangkan dan adiktif.
Bukan begitu, Marochin ?
(***)
Comments
Post a Comment