Setiap perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) selalu muncul pertanyaan tentang apakah kita sudah sepenuhnya merdeka.
Pertanyaan di atas memiliki dua bentuk jawaban bergantung pada sudut pandang orang melihat.
Satu. Benar bahwa rakyat Indonesia sudah merdeka dan berdaulat seiring dengan ketiadaan penjajahan dan hilangnya kolonialisme bangsa asing di Indonesia.
Tidak ada silang pendapat tentang arti kata merdeka dalam konteks di atas.
Semua sepakat.
Kedua. Bila kata merdeka dikaitkan dengan konteks kemajuan suatu bangsa, maka kata merdeka tidak akan pernah bisa tergapai. Karena, kemajuan suatu bangsa ialah proses yang berkelanjutan dan tiada akhir. Dengan berpijak hal ini, kemerdekaan suatu bangsa sebenarnya bukan proses yang final. Merdeka menjadi satu kata motivasi untuk terus menerus berjuang mewujudkan kemakmuran di segala bidang.
Saya lebih tertarik membahas arti merdeka pada poin kedua tersebut.
Dalam membangun dan memajukan kehidupan bangsa, ada dua pondasi keadaan yang harus diutamakan. Dua pondasi tersebut merupakan penyangga dari kokohnya kemajuan di segala bidang bagi setiap bangsa. Keduanya ialah merdeka dari kebodohan dan merdeka dari kemiskinan.
Hanya ada satu usaha untuk merdeka dari kebodohan yaitu pendidikan.
Dalam suatu kesempatan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, menyatakan bahwa pendidikan merupakan pokok ketahanan suatu bangsa.
Pendidikan juga merupakan pintu masuk kemajuan suatu bangsa. Tidak ada suatu bangsa maju dan hebat tanpa kualitas pendidikan yang memadai.
Hingga saat ini, pendidikan di Indonesia masih terus perlu melakukan penyempurnaan dalam menghasilkan genrasi pintar dan cerdas. Tidak ada kata berhenti berjuang dalam upaya memajukan pendidikan di Indonesia.
Hasil survei PISA (Programme for International Assessment) menempatkan kualitas membaca, matematika, dan sains pelajar Indonesia menempati posisi ke-72 dari 77 negara.
Sementara itu negara di Asia Tenggara lain yakni Singapura dan Malaysia menempati posisi ke-2 dan ke-56.
Hasil di atas memperlihatkan bahwa Indonesia sangat perlu lebih serius dalam pembenahan dunia pendidikan.
Singapura telah membuktikan bahwa kesungguhan mengurus dunia pendidikan telah memperlihatkan hasilnya sebagai negara dengan kualitas pendidikan terbaik di Asia Tenggara. Bukti lain ialah tingkat pendapatan per kapita penduduk Singapura paling tinggi di antara sejumlah negara di Asia Tenggara. Itu membuktikan bahwa pendidikan berkorelasi positif dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Hal di atas berkebalikan dengan pendidikan di Indonesia. Di negeri ini, masih banyak gedung sekolah negeri ini yang tidak layak digunakan dalam kegiatan belajar, kualitas kesejahteraan guru yang memprihatinkan dan kesenjangan mutu pendidikan.
Kesungguhan dan konsistensi pemerintah Indonesia dalam dunia pendidikan merupakan titik awal kemajuan bangsa di segala bidang.
Sementara itu, kemiskinan masih menjadi masalah hampir di tiap negara. Bahkan, tidak ada negara maju yang tidak mengalamai masalah dalam menekan angka kemiskinan. Tetapi hal tersebut bukan menjadi dalih pembenar meningkatnya angka kemiskinan.
Benar bahwa kemiskinan dan kebodohan terletak pada garis yang sama. Keduanya saling mempengaruhi sebagai faktor sebab dan akibat. Namun, saya tidak masuk dalam masalah perdebatan itu.
Kemiskinan di Indonesia ialah kemiskinan terstruktur imbas dari kebijakan ekonomi kapitalis. Hal tersebut tampak pada masifnya industrialisasi dan eksploitasi kekayaan alam oleh banyak perusahaan berskala besar.
Setiap tahun terdapat trend pertumbuhan jumlah industri di Indonesia. Bahkan, di saat pandemi Corona belum usai, London Post mencatat bahwa Indonesia menjadi negara tujuan investasi ke-4 dari 10 negara tujuan investasi terbaik. Ironisnya, peningkatan jumlah industri di Indonesia justru meningkatkan jumlah penduduk miskin. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pendukuk miskin pada September 2019 sebanyak 24,79 juta jiwa dan pada Maret 2020 tercatat jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 26,42 juta jiwa.
Akibat kebijakan tersebut, muncullah ketidakmerataan sumber penghasilan ekonomi. Pemilik modal dengan usaha yang dijalankannya semakin bertambah pesat tingkat kekayaannya. Nilai kekayaannya bertambah secara eksponensial. Rakyat sebagai pekerja hanya mengalami sedikit peningkatan nilai kekayaan. Di sisi lain, rakyat kecil yang hidup jauh dari pusat industri mengalami kesulitan akses mendapatkan pekerjaan layak.
Bantuan sosial patut diapreasi dalam upaya pengentasan kemiskinan tetapi hal itu tidak selamanya efektif dilakukan dalam jangka panjang.
Pengentasan kemiskinan harus dimulai dengan mengubah seluruh regulasi kegiatan ekonomi yang berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi lokal.
MERDEKA !!!!!
(***)
Comments
Post a Comment