Skip to main content

Ibrah



Ia seorang da'i. Sering disebut sebagai Ustadz Yusuf Mansur. Harus saya katakan bahwa ada keprihatinan mendalam terhadap kondisi Yusuf Mansur saat ini.

Ketika ia terbaring lemah di rumah sakit, ia sempatkan memohon doa kepada warganet agar diberi kesembuhan dan diangkat penyakitnya oleh Allah. Sebagai sesama muslim, tentu saya bersedih melihat keadaannya terbaring di rumah sakit. Semoga Allah Menyembuhkan sakitnya. Aamiin...

Membaca komentar para warganet, saya merasa lebih sedih. Saat harus mendoakan seorang da'i, justru terjadi pertentangan diantara umat.
Sebagian mendoakan kesembuhannya. Sebagian lagi berkomentar negatif. Akibatnya, timbul silang pendapat antar warganet.

Saya menghargai warganet yang bersimpati mendoakan dan mendukung Yusuf Mansur agar lekas sembuh. Hal ini merupakan perkara ma'ruf bagi sesama muslim untuk saling mendoakan. 

Saya bisa memahami alasan warganet melontarkan berbagai komentar negatif kepadanya saat ini. Meskipun, saya tidak membenarkan komentar negatif  tersebut.

Saya mencoba menarik ke belakang tentang apa yang menyebabkan warganet seolah-oleh menyimpan dendam kesumat kepada Yusuf Mansur. 

Setidaknya saya menemukan dua alasan sehingga warganet bersikap negatif terhadap Yusuf Mansur. Keduanya ialah keterkaitan masalah hukum dan dukungan politik Yusuf Mansur.

Banyak berseliweran berita tentang kasus hukum yang menyangkut Yusuf Mansur. Akhir perkaranya juga saya tidak paham karena tidak pernah mengikuti perjalanan kasus hukum Yusuf Mansur. Saya mempercayakan penegak hukum menuntaskan kasus Yusuf Mansur dengan seadil-adilnya.

Mengenai dukungan politik, tampaknya hal ini lebih mendominasi sebagai penyebab sikap negatif warganet kepadanya. 

Kita ketahui bahwa Yusuf Mansur secara tegas menyatakan mendukung pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin pada pemilihan presiden tahun 2019 silam. Pernyataan sikapnya termuat dalam CNN Indonesia edisi 09 April 2019.

Dari titik ini sebenarnya banyak hikmah yang bisa dipetik.

Sepatutnya setiap da'i atau ulama tidak melibatkan diri pada politik perkubuan. 

Dari Umar ibnu Khaththab, Rasulullah shallallahu alaihi wassallam bersabda :

"Sungguh, Allah Mencintai penguasa yang berinteraksi dengan ulama. Dan, Allah Membenci ulama yang mendekati penguasa, karena ulama ketika dekat dengan penguasa yang diinginkannya ialah dunia. Namun, jika penguasa mendekati ulama, yang diinginkannya ialah akhirat." (HR. Dailami).

Hadits Nabi di atas sepatutnya menjadi pengingat kita semua, terlebih bagi pendakwah yang tugasnya membimbing umat. 

Salah satu mudharat seorang ulama mendekati penguasa ialah timbulnya resistensi terhadap dakwah yang ia sampaikan.
Resistensi  timbul dari umat yang berbeda sikap politik dari penguasa, meskipun ada sebagian umat tetap  objektif bersikap.

Hakikat ulama sebenarnya menyatukan umat agar tetap menjaga ukhuwah islamiyyah. Ulama bukanlah orang yang ikut dukung mendukung dalam kegiatan politik. Sikap ulama demikian berpotensi menjauhkan umat dari dakwah yang ia sampaikan.

Di sisi lain, hendaknya umat tetap bisa bersikap objektif dengan tetap bisa memisahkan sisi positif dan sisi negatif seorang ulama. 

Setinggi apapun derajat ulama, ia tetap manusia yang memiliki khilaf. Jika kekhilafannya lebih sedikit daripada kebaikannya, maka martabat seorang ulama tidak serta merta hilang dengan kekhilafannya tersebut.

Terkait dengan Yusuf Mansur, maka sikap yang tepat ialah menilai ia sebagai ulama dan saudara sesama muslim. Ketika ia sedang sakit dan memohon doa, maka berdoa untuk kesembuhannya ialah lebih utama dilakukan. Lepaskan dahulu sisi negatif yang ada pada dirinya.

Kita tidak rugi mendoakan kesembuhannya, karena Allah Azza wa Jalla Membalas amal shalih kita. Sebaliknya, kita merugi ketika Yusuf Mansur sakit namun kita melontarkan kalimat negatif kepadanya.

Kondisi kesehatan Yusuf Mansur dan keterbelahan  umat  menyikapinya menjadi sebuah pelajaran (ibrah). 

Bahwa seorang ulama (da'i) hendaklah tetap berfokus pada mendidik umat agar tercipta generasi rabbani, yaitu generasi umat yang memiliki kesempurnaan ilmu dan amal shalih. 
Tugas tersebut jauh sangat  mulia daripada ikut serta dalam berbagai perkara dunia yang berpotensi menyebabkan keterbelahan umat.

Bahwa seorang ulama (da'i) tetaplah harus dihormati meski terdapat khilaf pada dirinya. Khilafnya sangat mungkin melukai hati umat, tetapi bukan cara ma'ruf menjadikan kekhilafannya sebagai  cara merendahkan martabat da'i. 

(***)




Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah