Skip to main content

Miskin Karena Menikah Sesama Miskin ?



Pernyataan Menteri Koordinator  Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bahwa keluarga miskin terbentuk karena orang miskin menikah dengan orang miskin sungguh tidak mencerminkan kualitas seorang menteri. Statement tersebut lebih layak keluar dari mulut seseorang dengan latar belakang pendidikan rendah. 

Pernyataan Menko PMK itu bisa dipastikan memunculkan lebih banyak tanggapan menentang (kontra) daripada mendukung (pro).

Tidak ada studi valid yang membuktikan bahwa keluarga miskin terbentuk dari pernikahan sepasang suami-istri berlatar belakang ekonomi lemah.

Untuk mengatasi kemiskinan, Menko PMK memiliki "jurus sakti" menghentikan kemiskinan yaitu Program Bimbingan Pranikah. 
Saya termasuk pihak yang meragukan efektivitas program tersebut. 
Kita bertanya pada keluarga kaya, apakah dulu ia mengikuti pelatihan semisal Program Bimbingan Pranikah sehingga menjadi kaya seperti sekarang ?
Kita bertanya pula pada keluarga miskin, apakah dulu ia tidak mengikuti pelatihan semisal Program Bimbingan Pranikah sehingga ia menjadi miskin seperti sekarang ?

Kemiskinan bukan disebabkan karena pernikahan sesama orang miskin. Kemiskinan juga tidak serta merta menjauh ketika seseorang lulus Program Bimbingan Pranikah. Dua pernyataan di atas sulit dibuktikan kebenarannya karena ketiadaan data empirik yang mendukung dalam menemukan korelasinya.

Pernyataan seorang menteri semestinya berbasis data. Sangat tidek elegant bila seorang menteri menceburkan diri mengurusi privasi orang.
Dan, tidak ada larangan bagi sesama orang miskin untuk menikah !!

Setidaknya dua data empirik dapat digunakan untuk menemukan penyebab kemiskinan.

Rasio Angkatan Kerja terhadap Lapangan Kerja.
Kemiskinan di Indonesia  disebabkan oleh rasio angkatan kerja terhadap lapangan kerja. Selisih jumlah di atas menyebabkan timbulnya pengangguran. 

Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, menyatakan bahwa terdapat sekitar 2,25 juta angkatan kerja baru setiap tahun. 

Jumlah tersebut sangat jauh lebih besar daripada jumlah lapangan kerja yang tersedia. Akibatnya, terjadi pengangguran karena sedikit angkatan kerja yang terserap dalam lapangan kerja. 
Dari segi pendapatan ekonomi, pengangguran merupakan pintu masuk kemiskinan.

Potensi kemiskinan bertambah seiring dengan data dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa pada tahun 2019 tercatat angka pengangguran sebesar 7.050.000 jiwa.

Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menghasilkan trend penurunan angka kemiskinan di Indonesia.

BPS mencatat selama lima tahun sejak 2015 hingga 2019 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,88 %, 5,03 %, 5,07 %, 5,17 % dan 5,02 %.

Selama lima tahun pula sejak 2015 hingga 2019 data BPS memperlihatkan angka kemiskinan di perkotaan sebesar 11,13 %, 10,70 %, 10,12 %, 9,66 % dan 9,22 %.

Tampak bahwa adanya pertumbuhan ekonomi diikuti dengan trend penurunan angka kemiskinan di perkotaan. 
Hal serupa terjadi di perdesaan.

BPS pada kuartal II tahun 2020 mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar -5,32 % maka sangat mungkin terjadi peningkatan angka kemiskinan pasa tahun 2020.

Dari data empirik BPS, bisa disimpulkan  bahwa kemiskinan tidak disebabkan adanya pernikahan sesama orang miskin.

Data statistik bisa menjadi analisa penyebab kemiskinan di masyarakat, tapi data statistik memiliki kelemahan.
Kelemahan pada data statistik menggambarkan bahwa  masyarakat miskin menjadi objek  dan pemerintah menjadi subjek  dalam suatu proses pembangunan. 

Cara memutus kemiskinan secara efektif ialah melalui metode partisipati rakyat miskin dalam pembangunan. Rakyat miskin harus bertindak selaku subjek dalam pembangunan suatu negara. 

Partisipasi masyarakat miskin dalam pembangunan bisa diwujudkan oleh pemerintah dengan memberdayakan mereka pada beragam sektor produksi berbasis potensi daerah.

Keterlibatan masyarakat miskin dalam pembangunan sejatinya merupakan upaya lebih serius pemerintah dalam memutus rantai kemiskinan. 

Menilai bahwa kemiskinan disebabkan oleh pernikahan sepasang suami-istri yang serupa latar belakang kemiskinannya merupakan statement tanpa basis pemikiran.

Tulisan ini menjadi bentuk pertidaksetujuan saya terhadap statement Menko PMK, Muhadjir Effendy. 

(***)

Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah