Terus terang saya merasa jengah dengan apa yang terjadi di Pertamina. Kerugian lebih dari Rp 11 Triliun seolah menjadi hal ringan. Hingga saat ini tak seorangpun berani secara terbuka bertanggung jawab atas kondisi memprihatinkan tersebut.
Potensi kerugian Pertamina semakin besar hingga akhir tahun terkait potensi resesi ekonomi di Indonesia.
Masuknya figur kontroversial, Ahok, menjadikan struktur organisasi kerja Pertamina mengalami tumpang tindih. Ia sebagai Komisaris Utama namun kerap bertindak seolah Direktur Utama.
Sebagai komisarus utama, Ahok sangat menonjol perannya daripada direktur utama, Nicke Widyawati. Sejumlah statement bombastis sempat ia kemukakan ke publik di awal menempati posisi barunya itu.
Ia sangat yakin bahwa Pertamina tetap untung meski hanya merem.
Karena perannya begitu mencolok dan karakter kontroversialnya, publik mengalamatkan kerugian Pertamina sebagai ketidakmampuan Ahok menjalankan peran Komisaris Utama Pertamina.
Ahok menuding bahwa direksi tidak memberikan laporan keuangan seperti yang ia minta memperlihatkan inkompetensinya mengelola perusahaan besar. Seharusnya, komisaris utama bisa menekan dengan keras bila ada potensi kerugian perusahaan.
Kerugian Pertamina ketika Ahok menjadi komisaris utama merupakan bukti faktual pernyataan Mada Fahmy Radhi, seorang pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada. ia mengatakan bahwa Ahok tidak memiliki satupun track record dalam mengelelola bisnis sektor energi.
Senada dengan Mada Fahmy Radhi, Sandiaga Uno juga sejak semula meragukan kompetensi Ahok memimpin korporasi besar sekelas Pertamina. Bahkan, Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan bahwa penunjukan Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina merupakan perjudian besar.
Semua itu terjawab dengan kerugian Pertamina lebih dari Rp 11 Triliun.
Saya tidak sependapat bila kerugian Pertamina harus ditanggung Ahok seorang. Dewan direksi dan dewan komisaris secara serentak harus mengundurkan diri dari jabatan yang selama ini ditempati. Kegagalan ini merupakan tanggung jawab mereka.
Eksistensi Pertamina menjadi pertaruhan besar bila petinggi BUMN energi itu tetap dipimpin sejumlah orang yang telah menyebabkan kerugian Pertamina sebesar lebih dari Rp 11 Triliun.
(***)
Comments
Post a Comment