Islam merupakan agama sarat keilmuan. Jumhur ulama mendefinisikan ilmu sebagai segala hal yang berasal dari firman Allah Azza wa Jalla, sabda Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, dan pemahaman Sahabat Rasululullah. Sehingga, karakteristik ilmu dalam dinul Islam ialah qalallah, qala rasulullah, wa alaa fahmi Shahabah.
Karena urgensinya, ilmu menjadi sebagai landasan dalam beramal shalih. Al ilmu qabla a'mal. Berilmu sebelum beramal.
Pada dasarnya, hukum menuntut ilmu bagi setiap muslim ialah wajib (fardhu 'ain). Ini bukan berarti ditafsirkan sebagai setiap muslim harus menjadi 'ulama, bukan begitu memahaminya. Tetapi maknanya ialah setiap muslim wajib berilmu untuk kesempurnaan amal shalih yang dilakukan sebagai wujud ketaqwaan kepada Allah.
Jalan terbaik memperoleh ilmu ialah dengan berguru menuntut ilmu (thalabul ilmi). Kegiatan thalabul ilmi bisa dilakukan melalui halaqah maupun melalui madrasah.
Halaqah lazim diadakan di masjid berupa kegiatan tabligh ulama dan sifatnya terbuka bagi setiap muslim yang hendak memperbarui keilmuannya. Sedangkan madrasah ialah kegiatan menuntut ilmu yang diadakan secara kelembagaan melalui institusi pendidikan di sekolah dan pesantren.
Selain halaqah dan madrasah, sarana thalabul ilmi saat sekarang sangat banyak ragamnya. Ini merupakan wasilah yang patut disyukuri demi kemajuan dakwah Islam. Membaca kitab para ulama salafush shalih dan kajian online menjadi dua alternatif terbaik sebagai wasilah dalam thalabul ilmi.
Terdapat tiga kelompok individu yang merupakan hasil thalabul ilmi.
Satu. Khauf minallah (Takut kepada Allah).
Khauf minallah merupakan hakikat tujuan thalabul ilmi. Sikap khauf minallah (Takut kepada Allah) berbeda dengan takut kepada makhluk.
Takut kepada makhluk ditandai dengan sikap menjauh dari makhluk tersebut. Seseorang takut kepada fulan, maka ia akan berusaha sejauh mungkin untuk menghindari perjumpaan dengan fulan.
Sementara itu, takut kepada Allah menjadikan seorang hamba justru semakin dekat kepada Allah. Indikasi tersebut terlihat dari kuantitas amal shalih yang hamba lakukan. Thalabul ilmi menjadikannya semakin bertaqwa.
Ia memahami secara kaffah bahwa Allah Membalas ketaqwaan setiap hamba dengan Jannah (surga) dan Allah Menyiksa setiap hamba yang bermaksiat kepadaNya.
Kelimpahan materi duniawi, ketenaran, kuantitas followers di media sosial dan sebagaianya bukan menjadi indikator balasan ketaqwaan bagi seorang hamba.
Salah satu tanda orang bertaqwa (muttaqin) ialah kehadirannya mampu mempengaruhi banyak manusia untuk kembali mengingat Allah.
Seorang tabi'in bernama Muhammad bin Sirin menjadi contoh dalam mengenali tanda tanda orang bertaqwa.
Ketika beliau hadir di tengah kerumunan manusia, saat itu sangat banyak manusia tiba tiba timbul dalam hatinya untuk lebih bertaqwa kepada Allah.
Tetapi pada saat ini, kita tidak bisa mengukur ketaqwaan seseorang hanya berdasarkan atribut keislaman dalam dirinya. Ini terjadi karena banyak fitnah (cobaan) terhadap umat Islam. Mengetahui ketaqwaan seseorang saat ini hanya bisa dipastikan setelah sekian waktu mengenalnya. Karena, selama kurun waktu berjalan seseorang akan memperlihatkan manhaj dalam beragama.
Dengan manhaj beragama tersebut akan terlihat secara jelas prinsip aqidah dan ibadah serta amal shalih lainnya yang akan dengan sendirinya tergambar.
Dua. Syahwat.
Syahwat merupakan kemaksiatan terhadap ilmu.
Seorang hamba memahami tentang hakikat setiap ilmu dalam dinul Islam. Namun, dengan pemahamannya tersebut ia menjadikan rasa takut kepada Allah (khauf minallah) bukan sebagai tujuan. Ia justru menjadikan nafsu dalam dirinya untuk tidak tunduk terhadap khauf minallah.
Seorang muslim pasti paham bahwa minuman keras (khamr) hukumnya haram. Tetapi, ia justru menjadikan khamr sebagai salah satu cara menghangatkan tubuh dengan sebelumnya mengubah keharaman khamr dengan sejumlah alasan rasional namun manipulatif.
Tiga. Syubuhat.
Syubuhat merupakan kesamaran sikap seorang hamba dalam menghadapi berbagai masalah menyangkut agamanya.
Satu permasalahan terasa begitu mudah bagi seseorang dan terasa rumit bagi seseorang lain. Sehingga, syubuhat sejatinya bersifat relatif.
Cara terbaik menangkal syubuhat ialah terus-menerus dalam memperbarui keilmuan dinul Islam. Sebab, satu permasalahan terjadi karena hal tersebut belum mampu dipahami oleh seorang muslim secara benar.
Selain konsistensi memperbarui keilmuan, cara terbaik menangkal syubuhat ialah tawaquf. Tawaquf ialah sikap berdiam diri untuk tidak membenarkan atau menyalahkan suatu permasalahan.
Salah satu wujud tawaquf ialah perkataan 'Allahu a'lam' dari seorang hamba bila mendapat pertanyaan yang tidak mampu ia jawab.
(***)
Comments
Post a Comment