Harus diakui bahwa pandemi Corona sangat menguras energi pemerintah di setiap negara. Tanggung jawab penanganan pandemi di setiap negara tentu jatuh kepada menteri kesehatan. Tetapi, tidak sedikit para menteri kesehatan kewalahan menghadapi Corona sehingga harus melepas jabatan yang disandangnya.
Dari Benua Amerika, ada Catalina Andramuno. Ia adalah Menteri Kesehatan Ekuador yang harus lengser sebagai menteri kesehatan tepat sehari ketika terjadi lonjakan kasus positif Corona di negara tersebut.
Di kawasan pasifik, David Clark harus rela meletakkan jabatan sebagai Menteri Kesehatan Selandia Baru.
Padahal, tanggal 8 Juni 2020 Selandia Baru mendeklarasikan bahwa tidak ada kasus Corona di negara tersebut. Itu menjadi bukti keberhasilan David Clark menangani penyebaran Corona.
Sayangnya, tanggal 16 Juni 2020 muncul kembali dua kasus baru Corona sehingga hal tersebut menjadi alasan pengunduran diri David Clark sebagai Menteri Kesehatan dalam Kabinet Perdana Menteri Jacinda Ardern.
Menuju ke Benua Eropa, muncul nama Victor Costache yang harus mengundurkan diri dari jabatan Menteri Kesehatan Rumania.
Langkah itu ia lakukan sebagai wujud pertanggungjawaban karena banyak dokter dan paramedis terinfeksi Corona akibat keterbatasan peralatan dan fasilitas medis yang memadai.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Belanda, Bruno Bruins, harus melepas jabatannya hanya karena fisiknya mengalami kolaps akibat keseriusannya menangani penyebaran Corona di Negeri Kincir Angin tersebut.
Yang terbaru ialah mundurnya Menteri Kesehatan Republik Ceko, Adam Vojtech pada Senin tanggal 21 September 2020.
Latar belakang mundurnya Vojtech ialah adanya lonjakan kasus baru Corona di negara tersebut.
Tentu paling menarik ialah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Terawan Agus Putranto. Sampai saat ini, Terawan tetap nyaman berada di posisinya sebagai Menteri Kesehatan (menkes).
Saya memiliki empat catatan tentang berbagai hal yang dilakukan Menkes Terawan terkait penanganan Corona.
Satu. Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, meyakinkan kepada masyarakat bahwa mereka tidak perlu khawatir terhadap virus Corona.
Pernyataan tersebut dilandasi oleh sejumlah data yang mengatakan bahwa angka kematian akibat flu biasa (influenza) sangat jauh lebih tinggi daripada kematian akibat virus Corona.
Pernyataan di atas diucapkan Terawan pada tanggal 2 Februari 2020.
Dua. Tanggal 11 Februari 2020, menteri kesehatan meragukan hasil penelitian Harvard University bahwa Corona telah masuk Indonesia tanpa terdeteksi.
Bahkan, Terawan siap berdebat mementahkan hasil penelitian sejumlah pakar kesehatan dari Harvard University tersebut.
Tiga. Menteri Terawan mengatakan bahwa Corona termasuk salah satu penyakit yang dapat dengan sembuh dengan sendirinya. Di bidang kedokteran disebut sebagai self limiting disease.
Statement tersebut diucapkan pada tanggal 12 Februari di RSUP Persahabatan, Jakarta.
Empat. Terawan sangat haqul yakin bahwa pandemi Corona tidak akan melanda Indonesia karena faktor imunitas dan doa masyarakat Indonesia.
Hal itu tetucap tanggal 15 Februari 2020, sekitar dua minggu sebelum awal Corona teridentifikasi di Indonesia tanggal 2 Maret 2020.
Empat pernyataan Terawan sangat kontraproduktif dengan upaya penanganan Corona di sejumlah negara sebelum virus Corona masuk ke Indonesia.
Saya masih meyakini Menteri Kesehatan, Terawan, bekerja dalam senyap sehingga tidak pernah muncul di hadapan publik dalam penanganan Corona di Indonesia.
Meski bekerja dalam senyap, ada dua kondisi yang menjadi tolok ukur "keberhasilan" Terawan sebagai Menteri Kesehatan.
Pertama. Sampai Senin, 21 September 2020 data penanganan Corona memperlihatkan jumlah keseluruhan dan kasus baru positif Corona masing masing sebanyak 248.852 dan 4.176 dengan korban meninggal dunia berjumlah 9.677 jiwa.
Statistik di atas menempatkan Indonesia sebagai negara dengan korban meninggal dunia akibat Corona terbanyak di Asia Tenggara.
Kedua. Kantor Kementerian Kesehatan tempat Terawan bertugas setiap hari memiliki jumlah angka penderita positif Corona terbanyak untuk kategori klaster perkantoran pemerintah.
Data tanggal 18 September 2020 mencatat sebanyak 252 kasus positif Corona di Kementerian Kesehatan.
Kita tentu merasa heran bagaimana mungkin kementerian kesehatan sebagai salah satu "pemain utama" penanganan Corona justru memiliki prevalensi tertinggi positif Corona diantara sejumlah institusi pemerintah.
Pertanyaan ialah :
Apakah Terawan Agus Putranto sebaiknya mengundurkan diri dari jabatan Menteri Kesehatan ?
(***)
Comments
Post a Comment