Skip to main content

Seharusnya Dukung Anies Baswedan



Saya tidak bisa memahami sampai sekarang tentang sikap Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menolak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Semestinya Airlangga Hartarto dan Anies Baswedan memiliki satu suara dalam menghadapi Corona. Mereka masing masing merepresentasikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Saya tidak bisa memastikan penyebab perbedaan  sikap pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagian pihak beranggapan hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi. Sebagian lagi menilai bahwa sangat kental aroma politis dalam perbedaan sikap tersebut. Tetapi yang pasti ada perbedaan prioritas sehingga hal tersebut terjadi.

Anies Baswedan lebih memprioritaskan keselamatan warga Jakarta terhadap ancaman bahaya Corona yang bisa merenggut nyawa. Sementara itu, Airlangga Hartarto lebih memprioritaskan keberlangsungan kegiatan perekonomian di saat pandemi Corona belum berakhir. 

Secara pribadi, saya sependapat  menjadikan penanganan Corona sebagai prioritas utama di saat ini.

Keputusan Anies Baswedan memberlakukan PSBB total mulai 14 September 2020 tentu berdasarkan kajian dan data valid.

Anies memahami bahwa perekonomian merupakan hal penting. Tentu, saya memahami hal itu karena background pendidikan Anies ialah ekonomi. Padanya bergantung sumber penghasilan masyarakat. Namun, keselamatan masyarakat dari bahaya Corona jauh lebih penting. Pertumbuhan ekonomi dengan mengorbankan banyak manusia bukanlah suatu keuntungan, tetapi suatu kezhaliman.

World Health Organization (WHO) memberikan standard pelaksanaan swab test untuk menggambarkan kondisi nyata persebaran Corona. Menurut WHO, jumlah swab test yang harus dilakukan ialah sebanyak satu per seribu penduduk per minggu.

Provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Anies Baswedan telah melakukan swab test empat kali lebih banyak daripada yang dipersyaratkan WHO.

Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2019 sebanyak 10.504.100 jiwa. Bila dihitung dengan standard WHO, seharusnya swab test berjumlah sekitar 1500. Pada kenyataannya, DKI Jakarta mampu melakukan swab test sebanyak 6982.

Perhitungan di atas membuktikan bahwa Anies Baswedan telah bekerja secara serius dalam menangani penyebaran Corona di Jakarta.  Ini harus didukung semua pihak agar penanganan Corona di Jakarta mencapai hasil maksimal.

Kerja keras Anies  bertujuan  meningkatkan rasio kesembuhan dan menurunkan rasio kematian pada  penderita Corona di DKI Jakarta yang saat ini mencapai 51.635.

Kedua tujuan tersebut akan efektif bila diberlakukan kembali PSBB secara total. Karena pada prinsipnya, penyebaran Corona akan berkurang dan terkendali dengan membatasi aktivitas warga di luar rumah.

Sejatinya, PSBB total di Jakarta sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo beberapa hari sebelumnya bahwa masalah kesehatan harus lebih diprioritaskan daripada masalah ekonomi.

Sayangnya, PSBB Anies Baswedan yang sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo justru ditentang oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. 

Airlangga menggunakan indikasi penurunan harga saham di pasar modal untuk menentang langkah Gubernur Anies Baswedan yang akan kembali memberlakukan PSBB secara total di Jakarta. 

Dia semestinya lebih banyak berpikir kembali bahwa trend penurunan harga saham juga terpengaruh oleh kondisi pasar modal luar negeri dan situasi politik global. Sehingga, keputusan Anies Baswedan bukan faktor tunggal penyebab penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Saya bisa memaklumi tugas barunya sebagai Ketua Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi. Sehingga, dia lebih sering menggunakan pendekatan ekonomi dalam penanganan Covid-19.

Bukankah PSBB total merupakan langkah dalam menangani Covid-19 ?

Di sisi lain, Airlangga Hartarto merupakan bagian dari pemerintah pusat yang seharusnya merespon positif sikap 59 negara yang menolak kedatangan warga negara Indonesia (WNI). Mereka melarang masuk WNI karena menilai penanganan Corona di Indonesia sangat tidak semestinya, bukan masalah kegiatan atau pertumbuhan ekonomi

Mendukung PSBB total seharusnya menjadi satu cara terbaik memulihkan kepercayaan sejumlah negara tersebut. 

(***)




Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah