Selama enam bulan pandemi Corona di Indonesia, Menteri Dalam Negeri (mendagri) Tito Karnavian kerap melontarkan sejumlah pernyataan kontroversial terkait Corona.
Awal pandemi di bulan Maret 2020, ia menyarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi tauge sebagai penangkal virus Corona. Saya berpikir positif saat itu Tito Karnavian sedang mengaktualisasikan bakat terpendam yang dimiliki.
Akhir Agustus, ia kembali memberikan paparan mengenai anatomi virus Corona. Saya tetap berpikir positif bahwa Tito Karnavian sangat berbakat di bidang mikrobiologi.
Bila melihat tugas pokok dan fungsi Menteri Dalam Negeri, maka kedua statement tersebut bukan merupakan bidang pekerjaan Kementerian Dalam Negeri yang ia pimpin.
Awal September, ia kembali mengeluarkan pernyataan agak membingungkan bagi sebagian besar masyarakat. Ia menyebutkan bahwa bentuk pemerintahan otokrasi dan oligarki lebih efektif dalam menangani penyebaran Corona.
Saya mesti berpikir positif kembali dengan statement Mendagri di atas.
Memang ada benarnya apa yang dikatakan Tito Karnavian. Pernyataan tersebut senada dengan pernyataan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Jimly Ashshiddiqie.
China dan Vietnam merupakan dua negara oligarki yang berhasil menekan persebaran pandemi Corona di negaranya. Hingga tanggal 4 September 2020, terdapat 85.102 kasus dan 25 kasus baru Corona di China. Sedangkan di Vietnam jumlah positif Corona mencapai 1.046 dengan tanpa ada kasus baru.
Bila dicermati, pernyataan Mendagri tersebut didasari oleh penambahan sejumlah kasus baru setelah mencapai angka maksimum positif Corona di kedua negara.
Keberhasilan dua negara tersebut disebabkan adanya sentralisasi kebijakan dan kepercayaan rakyat yang kuat terhadap pemimpinnya.
Tetapi, Tito Karnavian agaknya "pilih kasih" dalam memberikan statement keberhasilan penanganan Corona.
Ia mungkin lupa bahwa ada tiga negara non-oligarki berhasil dalam penanganan Corona. Ketiga adalah Jerman, Taiwan dan Selandia Baru.
Jumlah positif Corona di Jerman hingga 4 September 2020 tercatat 248.814 kasus dan tanpa ada penambahan kasus baru. Selandia Baru mencatatkan 1.764 kasus dan 5 kasus baru positif Corona. Sementara itu, Taiwan tidak mengalami penambahan kasus baru setelah tercatat ada 489 kasus positif Corona di negara tersebut.
Tampak bahwa penambahan kasus baru Corona di tiga negara di atas tidak lebih dari 10 kasus.
Ketiga negara di atas menerapkan prinsip deteksi dini Corona. Ketika wabah Corona melanda China di Januari 2020, Jerman, Taiwan dan Selandia Baru memberlakukan pengetatan pemeriksaan sejumlah titik keluar-masuk negara tersebut.
Selain pengetatan pemeriksaan, ketiga negara juga melakukan persiapan dan pembenahan fasilitas kesehatan sebagai langkah antisipatif bila Corona melanda.
Kondisi di atas sangat berbeda dengan di Indonesia pada bulan Januari 2020. Saat sejumlah negara memberlakukan peringatan dini dan mempersiapkan langkah antisipatif, pemerintah Republik Indonesia justru sibuk mengurusi influencer untuk membangkitkan pariwisata dalam negeri.
Finally, penanganan Corona tidak ditentukan pada bentuk pemerintahan suatu negara. Langkah preventif dan intervensi kuratif serta menempatkan penanganan Corona sebagai prioritas utama kebijakan nasional menjadi kunci keberhasilan dalam menghentikan laju penyebaran Corona dalam suatu negara.
(***)
Comments
Post a Comment