Skip to main content

Terlambat Sudah



Judul tulisan ini sama dengan judul lagu karya Panbers, Terlambat Sudah. Judul sama tetapi kontennya sangat jauh berbeda.

Presiden Joko Widodo  mengatakan bahwa saat ini penanganan pandemi Corona menjadi prioritas utama daripada sejumlah permasalahan lain, termasuk masalah ekonomi.

Saya berpikir bahwa Presiden Joko Widodo baru saja terbangun dari mimpi indah tentang meroketnya pertumbuhan ekonomi dan derasnya arus investasi ke Indonesia. 

Semestinya pernyataan Presiden Joko Widodo di atas terjadi enam bulan silam, saat pandemi Corona belum masif penyebarannya.

Ketika semua pihak menyarankan agar presiden memberlakukan karatina wilayah demi menekan laju penyebaran Corona, presiden enggan melakukan hal tersebut. Presiden lebih memilih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan alasan agar kegiatan perekonomian tetap berjalan meski pandemi Corona sedang berlangsung. 

Justru presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (perppu) Nomor 01 Tahun 2020 yang kini menjadi Undang Undang (UU) Nomor 02 Tahun 2020. Sebagian pihak menilai keputusan tersebut merupakan keputusan kontoversial di tengah upaya penanganan pandemi Corona.

Bulan Juni 2020, ketika laju penyebaran Corona belum mencapai titik puncak, kebijakan PSBB dilonggarkan. Lagi lagi dengan alasan agar kegiatan ekonomi dapat kembali pulih. Akibatnya kita saksikan saat ini, jumlah penderita Corona melonjak tajam. Banyak kasus baru Corona terjadi dengan jumlah jauh lebih banyak daripada sebelum pemberlakuan PSBB.

Di kawaaan Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai negara dengan korban meninggal akibat Corona tertinggi. Keadaan semakin sulit ketika seratusan lebih dokter dan petugas medis menjadi korban meninggal dunia akibat Corona. 

Meski sangat terlambat, namun langkah presiden untuk memprioritaskan penanganan Corona harus didukung semua pihak.

Hanya, saya masih belum bisa memahami langkah konkrit apa yang harus diambil presiden untuk membuktikan prioritas penanganan Corona. 

Sebagai rakyat Indonesia, saya mengusulkan dua hal kepada Presiden Joko Widodo, yakni peningkatan kemampuan Swab Test, percepatan produksi vaksin Corona, dan pengetatan sanksi pelanggaran protokol kesehatan.

Swab Test bertujuan memetakan dan memutus penyebaran Corona sehingga penanganan penyebaran Corona lebih menitikberatkan pada pencegahan. 

Percepatan produksi vaksin menjadi bukti konkrit tak terbantahkan bahwa pemerintah bekerja sangat serius demi keselamatan rakyat Indonesia. 

Harus diakui ada sebagian masyarakat kurang begitu peduli terhadap protokol kesehatan. Salah satu sebabnya ialah lemahnya sanksi terhadap kasus pelanggaran protokol kesehatan. Bukan hal keliru bila sanksi pelanggaran protokol kesehatan perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap upaya pencegahan penyebaran Corona.

(***)



Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah