by : b. yudhiarto
Cukuplah dikatakan seseorang itu kurang berilmu bila dengan mudahnya ia mengucapkan kata "wahhabi" ke saudaranya sesama muslim.
Mereka yang melontarkan tuduhan wahhabi sebenarnya tidak meyakini secara benar dan memahami secara dalam mengenai apa yang dia ucapkan itu. Umumnya mereka mengatakan bahwa "wahhabi" ialah manhaj (jalan) beragama yang berbeda dengan yang selama ini dia yakini dan lakukan. Dalam konteks ke-indonesia-an, "wahhabi" seringkali identik dengan manhaj yang berbeda dengan mayoritas umat Islam di nusantara. Tuduhan "wahhabi" kerap dialamatkan kepada ustadz yang berguru ke Arab Saudi dan para pengikutnya. Ustadz yang dituduh sebagai ustadz "wahhabi" lazimnya berdakwah dengan ciri : menegakkan tauhid & menghapus kesyirikan, menyebarkan sunnah & menghilangkan bid'ah, mengajak kepada pemahaman Salafush Shalih dalam setiap perkara agama, mengajarkan ilmu syar'i & menghapus kebodohan (kejahilan), mengajak untuk tidak fanatik terhadap seorang imam mazhab, mengajak untuk beragama atas dasar dalil dan bukan atas dasar keturunan, mengajak meninggalkan upacara keagaamaan yang mirip dilakukan oleh bukan umat Islam.
Jika sebagian hal tersebut di atas dikatakan sebagai "wahhabi", lantas apa yang keliru dengan dakwah yang mereka ajarkan ?
Jika ajaran "wahhabi" berasal dari Arab Saudi, lantas mengapa mereka yang menuduh "wahhabi" masih menjadikan Makkah dan Madinah sebagai Tanah Suci dan mereka selalu rindu ibadah Haji dan Umroh ke Baitullah ?
Mereka menentang "wahhabi" namun selalu rindu kembali ke Tanah Suci tempat asal "wahhabi." Ini sebuah inkonsistensi.
Asumsikan bahwa penuduh "wahhabi" berada di sisi kebenaran dan tertuduh "wahhabi" berada di sisi kekeliruan, maka akan muncul beberapa pertanyaan :
Apakah dibenarkan untuk mencela dan membenci sesama muslim "wahhabi" ?
Kenapa yang tertuduh "wahhabi" tidak diluruskan untuk memahami yang haq dengan cara yang ma'ruf ?
Bila kedua hal di atas tidak mampu terjawab, jangan jangan yang tertuduh "wahhabi" berada di sisi kebenaran dalam beragama dan tuduhan "wahhabi" itu muncul hanya karena rasa hasad dalam hati.
Bisa pula yang tertuduh "wahhabi" lebih berilmu daripada penuduh "wahhabi". Untuk yang ini saya lebih percaya.
Selanjutnya, bila mereka yang melontarkan tuduhan "wahhabi" mempelajari dan memahami sejarah dengan sebenar benarnya pemahaman, niscaya mereka malu melakukan hal itu. Negeri negeri penjajah dari Eropa menggunakan kata "wahhabi" karena mereka memahami dengan benar bahwa "wahhabi" ialah penyandaran (nisbat) kepada abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum seorang Khawarij.
Karakteristik manhaj Khawarij ialah selalu menentang pemerintahan yang sah.
Pada saat itu, kaum penjajah merasa dirinya sebagai penguasa yang sah atas negeri jajahannya sehingga umat Islam yang berjuang melawan penjajahannya dinamakan sebagai "wahhabi."
Tak peduli latar belakang mazhab fiqihnya, selama dia orang Islam yang melakukan perlawanan terhadap kolonial selalu dikatakan sebagai "wahhabi" meski umat Islam pada saat itu beraqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Ringkasnya, "wahhabi" ialah salah satu bukti perjuangan umat Islam selama berperang melawan penjajah yang berasal dari Eropa.
Perlawanan umat Islam terhadap penjajah merupakan pengamalan ajaran Islam tentang wajibnya berjihad melawan penindasan untuk menemui mati syahid sebagai syuhada yang dijanjikan kehidupan kekal di Surga.
Saat sekarang bila tuduhan "wahhabi" masih dilestarikan, maka tidak berlebihan dikatakan bahwa penuduh "wahhabi" berjiwa penjajah dan penindas sedangkan tertuduh "wahhabi" berjiwa pemberani yang rela mati demi tujuan yang sangat mulia.
Bagaimana ???????
Allahu Musta'an.
Comments
Post a Comment