Juli dan Agustus. Dua nama bulan pada kalender Masehi menciptakan dua pilihan. Pilihan bagi para mahasiswa. Libur semester atau ikuti semester pendek.
Mantan mahasiswa tentu pernah merasakan dua pilihan di atas. Pilihan bersantai menikmati libur atau kembali terkuras energi mengikuti kuliah.
Suka atau tidak suka harus mengambil satu dari dua pilihan tersebut. Mengikuti semester pendek menjadi pilihan lebih menantang daripada berlibur.
Di sisi lain, bulan Juli dan Agustus merupakan kewajiban bagi para mahasiswa semester VI untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) reguler di suatu tempat.
KKN reguler hanya berlaku bagi mahasiswa dengan Indeks Prestasi Kumukatif (IPK) memadai untuk lepas dari keharusan mengikuti kuliah semester pendek.
Back to semester pendek.
Pada mulanya, kehadiran semester pendek ditujukan sebagai kesempatan bagi mahasiswa memperbaiki sejumlah nilai mata kuliah sehingga diperoleh IPK lebih tinggi daripada IPK di semester sebelumnya.
Dua sisi semester pendek menarik untuk dibahas yaitu hasil penilaian dan alternatif pengganti semester pendek.
Hasil penilaian. Dulu sewaktu kuliah, semester pendek diadakan oleh fakultas untuk sejumlah mata kuliah tertentu. Terutama mata kuliah dengan tingkat kesulitan tinggi. Banyak mahasiswa mengalami kejatuhan nilai pada mata kuliah tersebut. Indeks prestasi kumulatif (IPK) mengalami penurunan.
Kondisi demikian berpotensi merugikan mahasiswa yaitu waktu studi yang sangat mungkin lebih lama.
Berdasar alasan tersebut, beberapa pengajar menawarkan kuliah ulangan dalam bentuk semester pendek. Hal tersebut disambut gembira oleh mahasiswa yang memiliki nilai "tidak diharapkan" pada beberapa mata kuliah.
Persyaratan mengikuti semester pendek cukup sederhana yaitu : pernah mengikuti mata kuliah yang di-semester-pendek-kan.
Mengapa itu menjadi prasyarat ?
Semester pendek merupakan kesempatan bagi mahasiswa memperbaiki nilai. Artinya, mahasiswa pernah mengambil mata kuliah tetapi nilai akhir pada mata kuliah tersebut tidak sesuai harapan.
Perkuliahan semester pendek merupakan pengulangan mata kuliah yang pernah diberikan pengajar kepada mahasiswa di semester reguler.
Ketika ujian semester pendek telah dilakukan, maka ada tiga kemungkinan nilai yang akan diterima mahasiswa yaitu : lebih baik, lebih buruk, atau sama dengan nilai akhir pada semester reguler pada mata kuliah terkait.
Hasil ujian disikapi berbeda oleh beberapa fakultas.
Sebagian fakultas memberlakukan 'nilai terbaik' akan di-input pada Kartu Hasil Studi (KHS). Contoh, mahasiswa M mendapat nilai akhir D pada mata kuliah X di semester reguler. Ketika mengikuti semester pendek, ia mendapat nilai akhir mata kuliah X menjadi B. Maka nilai B pada mata kuliah X di-input dalam KHS mahasiswa M.
Sebagian lagi memberlakukan 'nilai terakhir' akan di-input di Kartu Hasil Studi (KHS). Contoh, mahasiswa N mendapat nilai akhir C pada mata kuliah Y di semester reguler. Ketika mengikuti semester pendek, ia mendapat nilai akhir mata kuliah Y menjadi D. Maka nikai D pada mata kuliah Y di-input dalam KHS mahasiswa N.
Bila dikembalikan kepada tujuan awal diadakannya semester pendek, maka meng-input 'nilai terbaik' pada KHS lebih mendekati tujuan diadakannya semester pendek.
Sedangkan metode meng-input 'nilai terakhir' pada KHS justru kontradiktif terhadap tujuan awal semester pendek.
Alternatif pengganti semester pendek. Sebagai sarana perbaikan nilai, semester pendek memiliki sisi lemah yaitu inefektivitas.
Kenapa harus diselenggarakan semester pendek selama dua bulan hanya untuk sarana perbaikan nilai ?
Bukankah lebih efektif bila diadakan ujian ulang ?
Ujian ulang perbaikan nilai bisa dilakukan sesegera mungkin ketika nilai akhir mata kuliah telah ada.
Ujian ulang memberikan manfaat bagi mahasiswa dan pengajar.
Mahasiswa tidak perlu mengulang kembali materi kuliah dari awal hanya untuk ujian ulang.
Pengajar bisa mengajukan insentif kepada mahasiswa untuk melakukan ujian ulang. Hal ini bisa dipahami mahasiswa karena masa efektif perkuliahan berakhir ketika ujian akhir selesai.
Pembuatan makalah, papers dan berbagai tugas tertulis saya rasa tidak begitu efektif dijadikan sarana perbaikan nilai. Kemudahan mahasiswa melakukan copy-paste pada berbagai artikel dan keterbatasan pengajar dalam mengoreksi hasil tugas tertulis menjadi penyebab ketidakefektivannya.
(***)
Comments
Post a Comment