Saya yakin munculnya tanggapan negatif masyarakat berawal dari dari statement Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut yang menyatakan bahwa rakyat harus didahulukan menjadi relawan dalam uji vaksin Covid-19. Sementara itu, ia beranggapan bahwa tidak elok bila pemimpin lebih dahulu menjadi relawan dalam uji vaksin itu.
Klausa 'rakyat harus didahulukan dalam uji vaksin Covid-19' seakan-akan rakyat harus lebih dahulu pasrah menerima hasil tidak pasti dari suatu pekerjaan.
Ada yang memberi tanggapan sinis bahwa bila konteksnya bukan uji vaksin Covid-19, maka yang 'didahulukan' ialah para mereka yang berada di lingkaran kekuasaan.
Banyaknya tanggapan negatif dari masyarakat mengisyaratkan penilaian bahwa Erick Thohir terkesan memiliki sikap egois, tidak bisa memberi keteladanan dan enggan menanggung resiko bila kemudian hari vaksin Covid-19 tidak efektif.
Tanggapan masyarakat terhadap statement Erick Thohir telah mewakili apa yang saya rasakan. Namun, saya mencoba objektif terhadap statement Erick Thohir.
Kita ketahui bahwa selain sebagai Menteri BUMN, Erick Thohir saat ini mendapat tugas baru sebagai Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dengan tugas baru yang disandangnya, Erick Thohir berpikir dan bertindak sebagai pemimpin dalam penanganan dan pemulihan dampak Covid-19. Ia tidak bisa bertindak sebagai pribadi terkait segala hal yang bersinggungan dengan Covid-19.
Dalam tugas barunya yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020, Erick Thohir dituntut mengintegrasi dan mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan strategis dalam percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan perekonomian dan transformasi ekonomi nasional.
Bila melihat beban tugasnya di atas, terlihat tanggung jawab Erick Thohir tidaklah ringan.
Lalu, kita bandingkan dengan sikap kerelaan mengikuti uji vaksin Covid-19.
Sangat tegas tertulis bahwa tugas yang diemban Erick Thohir lebih berat daripada sekedar sebagai partisipan uji vaksin Covid-19.
Sangat mungkin pula Erick Thohir tidak maksimal menjalankan tugas barunya dalam penanganan dan pemulihan dampak Covid-19 bila ia menjadi relawan uji vaksin Covid-19.
Kontroversi disebabkan kurang keterbukaan komunikasi Erick Thohir dan keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap pemimpin.
Erick Thohir semestinya bisa berterus terang kepada masyarakat bahwa tugas barunya lebih berat daripada sekedar menjadi relawan. Sehingga, ia tidak mungkin ambil bagian sebagai relawan uji vaksin Covid-19. Saya yakin bila hal itu disampaikan di awal, kontroversi ucapannya tidak akan pernah ada.
Masyarakat memahami bahwa Erick Thohir sebagai bagian pemerintah semestinya dituntut memberi keteladanan berupa antusiasme menjadi relawan uji vaksin Covid-19. Sikap tersebut tidak keliru. Namun, masyarakat hendaknya bisa memperluas cara pandang terhadap pemimpin bahwa pemimpin tidak semata-mata harus memberi keteladanan, pemimpin juga wajib menuntaskan sebaik-baiknya apa yang menjadi tugasnya.
Membenarkan satu pihak dengan menyalahkan pihak lain tentu bukan sikap yang bisa saya lakukan.
Kontroversi statement Erick Thohir setidaknya menjadi pengingat bahwa setiap kita hendaknya menyadari apa yang menjadi kewajiban dan tidak tergesa memberikan pernyataan.
(***)
Comments
Post a Comment