Skip to main content

Menyikapi Penutupan Masjid



Berita memprihatinkan saya baca pada hari Minggu, 2 Agustus 2020 mengenai adanya penutupan masjid oleh pemilik masjid. Tidak berselang lama, akhirnya masjid itu kembali dibuka untuk kegiatan ibadah. Bukan pada durasi waktu masjid tersebut ditutup, melainkan alasan penutupan masjid yang menjadi concern tulisan ini.

Perbedaan "aliran" antara pemilik masjid dengan masyarakat menjadi sebab munculnya peristiwa di atas. Pemilik masjid beraliran salaf sedangkan masyarakat beraliran seperti keumuman mereka beragama selama ini. 

Perbuatan menutup masjid hanya karena para jama'ah berbeda "aliran" tentu bukanlah sikap bijak. 

Sejujurnya saya tidak sependapat dengan terminologi "aliran" seperti diberitakan. Saya lebih memilih mengganti "aliran" dengan "manhaj". Manhaj memiliki arti metode beragama.

Manhaj salaf, sebagaimana yang dianut pemilik masjid, adalah metode beragama dengan meneladani generasi salaf yaitu shahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Mereka mengamalkan seluruh ajaran Rasulullah dan selalu berhukum kepada Qur'an dan Sunnah.

Pemilik masjid maupun para jama'ah adalah saudara seiman bagi saya. Saya pribadi ialah seorang pengikut manhaj salaf. Pengikut manhaj salaf sepantasnya lebih bersabar menerima dan bergaul secara ma'ruf dengan jama'ah di luar manhaj salaf. 

Saya paham bahwa manhaj salaf konsisten dalam menjaga sunnah sunnah Rasulullah baik berupa keyakinan, ucapan, maupun tindakan. Manhaj salaf selalu berpijak pada prinsip : Berilmu sebelum Beramal (al ilmu qabla a'mal) dalam segala aktivitas berdakwah, termasuk peribadahan.

Satu kaidah dalam manhaj salaf dalam menyikapi perbedaan ialah mudarah. Menurut Ibnu Bathal, mudarah adalah bersikap santun dalam bergaul kepada orang lain sehingga mereka tidak menjauh dari dakwah. Hukum mudarah bersifat mubah (boleh) bahkan mustahab (dianjurkan).

Selaras dengan pengertian di atas, mudarah dimaksudkan agar jama'ah yang belum memahami manhaj salaf tidak berpaling dan memberi stigma buruk terhadap manhaj salaf. Harus diakui bahwa manhaj salaf belum begitu banyak dianut sebagian besar umat muslim Indonesia. Sehingga, kehadiran manhaj salaf acapkali mendapat resistensi disertai munculnya berbagai tuduhan negatif.

Menurut berita, terdapat beberapa amalan yang membuat kesalah-pahaman antara pemilik masjid dan jama'ah. Saya menamakannya perbedaan klasik yang terus dipelihara yaitu : yasinan, tahlilan, qunut Shubuh. Saya tidak bermaksud membahas ketiga amalan tersebut karena ketiganya merupakan kajian fiqih yang memerlukan pondasi pemahaman  kokoh. 

Setiap pengikut manhaj salaf (salafiyyun) yang telah matang dalam menuntut ilmu (thalabul ilmi) tentu memahami bagaimana menyikapi tiga perbedaan tersebut. Salafiyyun mesti mengatakan yang haq tentang ketiga amalan tersebut. Di sisi lain, masyarakat perlu juga memperbarui keilmuan mereka dalam perkara perkara ibadah. Kesenjangan ini harus disikapi dengan sabar oleh pengikut manhaj salaf.

Wujud nyata sikap sabar ialah pengamalan mudarabah. Salafiyyun dituntut lebih bersabar menghadapi beragam ujian dalam berdakwah. Sikap sabar ialah salah satu tanda kedalaman ilmu seorang salafiyyun.

Bila dalam dakwahnya ia mendapat pertentangan dari umat muslim lain, maka sikap yang tepat ialah tetap berkomunikasi dan menjalin ukhuwah dengan mereka. Bukan berarti hal itu menafikan kewajiban menyampaikan yang haq. Tetap wajib menyampaikan, tapi dengan melihat kesiapan mereka dalam menerima ilmul haq.

Kenyataan bahwa sebagian besar umat muslim mengamalkan ajaran Islam secara turun temurun harus disadari oleh setiap salafiyyun dalam dakwahnya. Sehingga, suatu amalan Islam sesuai dengan Qur'an dan Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih kerap ditentang kehadirannya. Ini harus dipahami betul oleh setiap salafiyyun. Di sinilah pentingnya mudarabah. Tetap bersabar mendakwahkan meski banyak penolakan di awalnya.
Namun, jangan lupa mendoakan bagi umat muslim agar Allah Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada mereka.

Saya berasumsi bahwa dalam kasus penutupan masjid tersebut terjadi karena lemahnya mudarabah kepada jama'ah. Alhasil, muncullah keadaan yang lebih serius yaitu penutupan masjid sebagai tempat ibadah. Tindakan tersebut justru menimbulkan suatu dosa besar berupa menghalangi umat muslim untuk menjalankan kewajiban shalat berjama'ah di masjid. Mohon maaf kepada akhi salafiyyun, ini sebuah kritik untuk muhasabah diri.

Kepada jama'ah saudara seiman, ketahuilah bahwa setiap ibadah bersifat tauqifiyyah. Artinya, beribadah itu harus ada dalil dari Qur'an dan Sunnah. Bila dalam Qur'an dan Sunnah tidak terdapat dalil melakukan suatu ibadah, maka ibadah yang dilakukan tidaklah bernilai di Sisi Allah.

Wajib bagi setiap muslim secara berkesinambungan memperbarui keilmuan dengan mengikuti kajian ilmu (thalabul ilmi). Bila suatu ketika saudara seiman mengatakan sesuatu hal tentang agama, hendaklah jangan tergesa-gesa bersikap reaktif. Pahami dan cari referensi ilmiah mengenai apa yang dikatakan.

Perbedaan timbul ketika terdapat tingkat pemahaman ilmu syar'i yang berbeda diantara setiap muslim. Hal tersebut mendasari sesama umat Islam untuk saling menasehati.

Allahu Musta'an.

(***)



Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah