Skip to main content

Rambut Pirang Pasha



Rambut pirang Wakil Walikota Palu, Pasha, menjadi trending di sejumlah berita di pekan lalu. Banyak polemik muncul berkaitan dengan tampilannya tersebut. Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan teguran kepada yang bersangkutan terkait gaya rambutnya.

Tidak ada aturan hukum yang dilanggar oleh pria bernama lengkap Sigit Purnomo Syamsuddin Said mengenai hal itu. Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen OTDA), Akmal Malik, menegaskan hal tersebut dengan mengatakan bahwa tidak ada aturan mengenai larangan mewarnai rambut bagi seluruh kepala daerah di Indonesia.

Ketiadaan aturan sebagai landasan hukum pelarangan mewarnai rambut memberi arti bahwa setiap kepala daerah di Indonesia bebas menentukan style warna rambut sesuai kemauan masing-masing. Sangat mudah dipahami. 

Namun, ketiadaan aturan hukum tentang style warna rambut bukan berarti setiap pejabat negara bebas bertindak sekehendaknya. Satu penilaian tidak kalah penting daripada aturan hukum ialah etika.

Kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethos. 
Menurut Bertens, etika memiliki dua bentuk : tunggal dan jamak.
Dalam bentuk tunggal, ethos diartikan sebagai kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. 
Sedangkan dalam bentuk jamak, ethos memiliki arti berupa adat kebiasaan. 
Kedua bentuk ethos tersebut memiliki satu kesamaan yaitu : kebiasaan. 
Sehingga, saya maksudkan kata etika sebagai kebiasaan. 

Saya memahami dan menerima sikap mendagri memberi teguran kepada Pasha. Teguran berisi penilaian bahwa warna rambut Pasha tidak sesuai  etika. Tindakan mendagri  bukan sebuah pelanggaran etika karena pejabat lebih tinggi berwenang memberikan teguran kepada pejabat lebih rendah. Hal tersebut terkait dengan salah satu tugas pokok dan fungsi Kemendagri dibawah kepemimpinan Mendagri yaitu pembinaan dan pengawasan umum, fasilitasi, dan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Benar nggak ?

Selanjutnya. Jika warna rambut pirang Pasha dikatakan melanggar etika, lantas kenapa warna rambut Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, tidak dikatakan melanggar etika.
Sejauh ini saya belum menemukan laporan berita tentang hal di atas. Bila pun berita tersebut telah ada, maka saya coba menguraikan.

Ganjar Pranowo lebih dahulu memiliki warna rambut abu-abu jauh sebelum ia menjabat Gubernur Jawa Tengah. Setidaknya, ia telah memiliki style warna rambut abu-abu sejak menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Jadi, tidak ada perubahan style rambut pada diri Ganjar Pranowo. 
Andaikan. Sekali lagi andaikan. Ganjar Pranowo memiliki warna rambut hitam sejak menjabat Gubernur Jawa Tengah, kemudian ia mengubah style warna rambut menjadi abu-abu, hal itu lebih bisa diterima di lingkungan pejabat negara karena kelaziman (kebiasaan) warna rambut orang Indonesia berwarna hitam dan beruban yang lebih dekat derajat warna dengan abu-abu.
Saya tidak dalam kapasitas mendukung dan menentang satu dari yang lain. 

Teguran Mendagri terhadap Wakil Walikota Palu semestinya tidak perlu terjadi bila salah satu pihak bersikap profesional. 

Sikap profesional yang bagaimana ?

Pejabat pemerintah pusat dan daerah tentu sebelumnya memiliki pekerjaan (karier) di bidang pemerintahan maupun non-pemerintahan. Background Pasha sebagai musisi hampir semua khalayak mengetahui. 

Ketika Pasha menjabat wakil walikota Palu, predikat tersebut tetap melekat pada dirinya selama masa periode jabatan yang diemban. Bukan berarti ia tidak berhak melakukan pekerjaan di bidang lain. Tentu berhak. Tapi, predikat sebagai wakil walikota membuat ia terikat dengan kewajiban menjaga wibawa jabatan. 

Berkaitan dengan warna rambut pirang, Pasha mengaku bahwa ia mewarnai rambutnya untuk tujuan syuting video klip kolaborasi dengan Fladica. Semestinya Pasha bisa bersikap tegas. Ketika ia terlibat dalam pembuatan video klip, hak dia sepenuhnya mengganti style rambut dengan warna yang ia kehendaki.
Namun, ketika job syuting video klip berakhir, secepatnya ia tidak membawa "karakter" video klip ke dalam tugas pentingnya sebagai pejabat pemerintah. Ini kritik saya kepada Pasha.

Bagaimana menurut Anda ?

(***)





Comments

Popular posts from this blog

Masuk Angin

Tadi malam udara Kota Jakarta sangat dingin  karena hujan. Wanita yang melahirkanku masuk angin jadinya.  Penyakitnya wong ora duwe ya masuk angin. Mau dibawa ke rumah sakit tentu dikatakan  berlebihan.  Khawatir diketawain   BPJS Kesehatan. Masuk angin wae  ke rumah sakit. Lalu beliau minta tolong kepadaku untuk kerikan dan pijat di badan. Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua... cieee .... Yaa harus melakukan yang diminta. Insya Allah. Ibuku kerap kerikan bila masuk angin. Itu karena kami wong cilik  sehingga  nggak cukup duit pergi ke dokter dan menebus obat ke apotek.  Ibuku juga bukan orang pintar yang minum Tolak Angin saat masuk angin.  Cukup kerikan sambil melestarikan warisan leluhur dalam pengobatan. Bismillah . Nyuwun bagas waras. Kuambil minyak gosok dan urut, uang logam Rp 1000 warna perak-kuning dan Rp 500 warna kuning serta tissue yang berada di wadahnya. Konon, harga kedua uang logam tersebut saat ini mencapai ratusan juta loh... Kuputarkan lagu lagu lawas k

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah