Skip to main content

Posts

Manfaat Membaca Koran

Saatnya kembali ke Bandung. Selalu ada cerita manis yang saya dapatkan di Kota Kembang. Sewaktu kuliah di Bandung, ada pengalaman non-akademik yang saya peroleh. Bukan masalah percintaan atau gaya hidup konsumtif yang lazim bagi mahasiswa. Pengalaman membaca koran. Itu yang saya maksud. Membaca koran bagi kebanyakan orang mungkin  menjadi hal yang biasa. Sekedar membaca  berbagai berita yang tidak sempat disaksikan di televisi atau didengar di radio. Bagi saya, koran lebih dari sekedar media massa yang memberitakan beragam peristiwa yang telah dan akan terjadi. Terdapat tiga nama koran yang rutin saya baca yaitu Media Indonesia, Koran Tempo dan Pikiran Rakyat.  Kenapa tiga koran tersebut yang saya baca ? Harga. Koran yang dijual sekitar kampus Universitas Padjadjaran di Bandung dan Jatinangor memiliki harga spesial. Spesial yang saya maksudkan ialah harga murah. Benar. Harga murah menjadi alasan rasional membeli koran. Saat itu harga Media Indonesia Rp 1000, Koran Tempo Rp 1000 dan

Menjawab Tuduhan Radikal

Telah lama kata radikal muncul di berbagai pemberitaan. Dari dan untuk siapa kata radikal berasal dan ditujukan menjadi hal menarik dibicarakan. Radikal selalu dan selalu dialamatkan kepada umat Islam, tidak kepada umat agama lain. Anehnya ialah mereka yang mengatakan radikal itu justru umat Islam sendiri. Dia melabeli radikal kepada saudara seiman. Audzubillah min dzaliik. Sandaran tuduhan radikal sangat sederhana yaitu : jenggot panjang, gamis, celana cingkrang dan cadar. Keempat hal itu lazim digunakan sebagai alat mencukupi untuk sebuah tuduhan : radikal . Tidak sesederhana itu predikat radikal dialamatkan, terlebih lagi penuduh dan tertuduh radikal sama sama beragama Islam.  Mudahnya seseorang mengatakan radikal tak lepas dari satu penyebab utama yakni jauhnya ilmu Islam yang dimiliki penuduh. Jika pun dia berilmu secara faqih , patut diduga dia menggadaikan keilmuannya demi tujuan tertentu. Dalam perkembangannya, tuduhan radikal kerap ditujukan kepada umat Islam yang be

Pedagang Kaki Lima (PKL)

PKL menjual beragam jenis makanan dan minuman. Makanan ringan hingga makanan berat. Minuman tradisional hingga minuman kekinian. Orang menamakannya jajanan kaki lima. Bahkan saat ini barang dagangan PKL sangat beragam tidak sebatas makanan dan minuman. PKL mulanya merupakan sebuah istilah bagi pedagang yang berjualan menggunakan gerobak dorong. Gerobak dorong semula memiliki tiga roda : doa roda sepeda motor  terdapat di kanan-kiri dan satu roda kecil yang terletak di bagian belakang. Kedua kaki penjual yang mendorong gerobak itu dianggap sebagai kaki. Dengan demikian penjual makanan dengan gerobak dorong dinamakan sebagai pedagang kaki lima. PKL saat ini berjualan menggunakan mobil,  nggak  lagi mendorong gerobak seperti semula. Makna PKL juga bergeser, saat ini pedagang kaki lima identik dengan pedagang yang berjualan aneka makanan dan minuman yang bertempat di trotoar dan pinggir jalan.  Sebagian besar orang mengaitkan keberadaan PKL di pinggir jalan sebagai penyebab utama kemaceta

Grha. Taman. Pelangi

Grha . Bukan Graha .  Grha diambil dari bahasa Sanskerta yang bermakna rumah , griya .  Graha bermakna buaya dalam bahasa Sanskerta.  Grha dicitrakan sebagai rumah mewah, berukuran luas dan tinggi menjulang. Identik dengan simbol kemakmuran  finansial.  Mustahil orang miskin bisa punya grha . Hanya orang super kaya yang pantas tinggal di grha .  Satu yang pasti grha ialah rumah dengan harga sangat mahal. Kupejam mata melihat imajinasi. Grha .  Hal yang tak mungkin aku dalam naungannya.  Aku seorang anak petani penggarap. Kedua orang-tuaku bekerja menggarap sawah milik orang lain. Buruh tani. Itulah atribut bagi dua orang yang membuatku ada di dunia ini.  Gaweanku angon . Aku seorang gembala kambing. Meski aku seorang gembala kambing namun aku tetap bangga, setidaknya bisa mengikuti jejak para Nabi yang hampir semuanya pernah menggembalakan kambing. Tak lebih dari sepuluh kambing kami miliki. Harta bernyawa yang  kami punya. Aku bersabar dalam derita.  Aku berteduh dari panas dan

Pasal Bagi Pelaku Prostitusi

Untuk ke sekian kali, seorang public figur harus berurusan dengan kepolisian dalam perbuatan tercela. Dia ditangkap di sebuah kamar hotel dengan seorang pria. Mereka bukan pasangan suami istri. Keduanya dalam kondisi telanjang saat polisi datang. Silakan Anda tebak kemungkinan apa yang telah atau akan terjadi. Patut diduga public figur tersebut nyambi sebagai pekerja seks komersial (PSK) atau pramunikmat. Saya tidak berpendapat bahwa keterbatasan ekonomi menjadi penyebab utama terjadinya tindak asusila pelacuran. Sama sekali tidak berpendapat seperti itu. Saya justru berpikir bahwa praktik pelacuran terjadi karena adanya hukum permintaan dan penawaran. Tidak jauh berbeda dengan aktivitas ekonomi yang tetap ada karena hukum permintaan dan penawaran. Pelacuran yang ada di masyarakat memiliki kesamaan dengan transaksi jual beli pada umumnya. Objek jual beli dalam pelacuran ialah pelayanan jasa berupa kenikmatan seksual. Ada penjual, pembeli dan perantara. Pramunikmat sebagai penjual,

Mas Ali

Bandung memiliki banyak kenangan dan keindahan. Beragam moment monumental dan romantis banyak terukir di kota yang berjuluk Parisj Van Java ini. Kesejukan udara dan keramahan warga serta cantiknya mojang Bandung selalu memberi ciri khas di ibukota Jawa Barat ini. Bukan pada kenangan dan keindahan yang ingin saya catatkan di lembaran ini. Bukan. Bukan itu. Tentang seseorang menjadi topik tulisan ringan ini. Mas Ali. Demikian nama panggilannya. Saya tidak tahu persis nama lengkapnya pria bertubuh mungil namun ramah senyum ini. Ia seorang penjual bakso Malang keliling di sekitar tempat saya tinggal.  Ya. Bakso Malang.  Sejatinya dia terlahir sebagai warga Kebumen, Jawa Tengah bukan terlahir dan asli warga Malang, Jawa Timur. "Bakso Malang tapi yang jual orang Kebumen ?" Mungkin itu pertanyaan ringan namun skeptis yang muncul dalam benak Anda tentang sosok Mas Ali. Dia menceritakan dengan sabar dan sangat bermakna tentang Bakso Malang.  Bakso Malang bukanlah bakso yang penjual

Ora Opo Opo

Senin pagi ini Jakarta tampak mendung. Matahari enggan menampakkan sinarnya. Tak seperti beberapa hari sebelumnya.   Hari ini tanggal 13 Juli 2020 dimulainya tahun ajaran baru bagi anak sekolah di semua jenjang. Semoga saja suasana mendung pagi ini bukan firasat tentang suramnya kualitas pendidikan di saat pandemi Corona yang belum menunjukkan kapan akan berakhir. Allahu A'lam . Saya tetiba teringat  ketika menjadi siswa baru di tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Dulu, para murid baru mengawali sekolah di tingkat SMP dan SMA  dengan mengikuti upacara penerimaan siswa baru di hari Senin. Saat itu pula semua siswa saling berkenalan sesama mereka. Setelah mereka saling kenal maka pendidikan wajib yang harus diikuti ialah Penataran P4 (Pedoman penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan selama satu minggu. Itu berlaku bagi murid baru tingkat SMP dan SMA. Jaman sekarang  istilah yang tepat menganalogikan hal di atas ialah MOS (Masa Orientas