Skip to main content

Posts

Alih Status Pegawai KPK Menjadi ASN

Menyandang status Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi idaman bagi sebagian besar orang. Jaminan pensiun, kenyamanan kerja dan berbagai fasilitas merupakan beberapa alasan yang menjadi motivasi meraih pekerjaan sebagai ASN. Menyandang status ASN tidak selalu menjadi  kabar gembira. Setidaknya hal itu terjadi di lingkungan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Status pegawai KPK sebagai ASN tertuang dalam Peraturan Pemerintah  (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Peraturan tersebut merupakan konsekuensi yuridis terhadap Undang Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 19 Tahun 2019. Alih status pegawai KPK sebagai ASN sejatinya bertentangan dengan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Memberantas Korupsi  (United Nations Convention Againts Corruption)  dimana Indonesia ikut meratifikasi hal itu. PP No. 41 Tahun 2020 memperlihatkan bahwa saat ini  keberadaan KPK merupakan  bagian dari pemerintah

Erick Thohir Enggan Jadi Relawan Uji Vaksin Covid-19

Banyak tanggapan negatif terkait sikap enggan Erick Thohir menjadi relawan uji vaksin Covid-19.  Saya yakin munculnya tanggapan negatif masyarakat berawal dari dari statement Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut yang menyatakan bahwa rakyat harus didahulukan menjadi relawan dalam uji vaksin Covid-19. Sementara itu, ia beranggapan bahwa tidak elok bila pemimpin lebih dahulu menjadi relawan dalam uji vaksin itu. Klausa 'rakyat harus didahulukan dalam uji vaksin Covid-19' seakan-akan rakyat harus lebih dahulu pasrah menerima  hasil  tidak pasti dari suatu pekerjaan.  Ada yang memberi tanggapan sinis bahwa bila konteksnya bukan uji vaksin Covid-19, maka yang 'didahulukan' ialah para mereka yang berada di lingkaran  kekuasaan.  Banyaknya tanggapan negatif dari masyarakat mengisyaratkan penilaian bahwa Erick Thohir  terkesan memiliki sikap egois, tidak bisa memberi keteladanan dan enggan menanggung resiko bila kemudian hari vaksin Covid-19 tidak efektif.  Tangg

Calon Tunggal

Calon tunggal merupakan sebuah keharusan  bagi mereka yang ingin menikah. Tentu, adanya calon tunggal dan dicintai merupakan sebuah kebahagiaan.  Dalam konteks demokrasi, adanya calon tunggal bukanlah suatu kebahagian. Sebaliknya, hal itu justru mendatangkan kesedihan. Kesedihan karena masyarakat tidak bisa memilih satu diantara yang terbaik untuk menjadi pemimpin. Pilkada yang dijadwalkan berlangsung pada Desember 2020 berpotensi menjadi ajang memilih calon tunggal di pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Surakarta. Sampai hari ini, hanya Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa menjadi satu satunya pasangan calon yang diusung hampir seluruh partai politik di Kota Surakarta. Saya tidak tertarik membahas profil kedua orang tersebut sebagai pasangan calon tunggal peserta pilkada Kota Surakarta. Munculnya pasangan tunggal di pilkada merupakan pertanda kemunduran demokrasi. Partai politik yang semestinya tempat melahirkan pemimpin berkualitas seolah tidak berdaya dalam mewujudkan hal ter

Miskin Karena Menikah Sesama Miskin ?

Pernyataan Menteri Koordinator  Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bahwa keluarga miskin terbentuk karena orang miskin menikah dengan orang miskin sungguh tidak mencerminkan kualitas seorang menteri. Statement tersebut lebih layak keluar dari mulut seseorang dengan latar belakang pendidikan rendah.  Pernyataan Menko PMK itu bisa dipastikan memunculkan lebih banyak tanggapan menentang (kontra) daripada mendukung (pro). Tidak ada studi valid yang membuktikan bahwa keluarga miskin terbentuk dari pernikahan sepasang suami-istri berlatar belakang ekonomi lemah. Untuk mengatasi kemiskinan, Menko PMK memiliki "jurus sakti" menghentikan kemiskinan yaitu Program Bimbingan Pranikah.  Saya termasuk pihak yang meragukan efektivitas program tersebut.  Kita bertanya pada keluarga kaya, apakah dulu ia mengikuti pelatihan semisal Program Bimbingan Pranikah sehingga menjadi kaya seperti sekarang ? Kita bertanya pula pada keluarga miskin, apakah dulu ia tidak me

Gerakan Sehari Tanpa Nasi

Salatiga merupakan sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Kota tempat kelahiran aktor kondang Roy Marten dan mantan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil ini terkenal dengan kesejukannya. Tetapi, bukan pada kesejukan Kota Salatiga yang menjadi tema tulisan ini. Sebuah gagasan dari Walikota Salatiga menjadi alasan tulisan ini saya buat. Gagasan menarik dari Walikota Salatiga, Yuliyanto, ialah Gerakan Sehari Tanpa Nasi (GSTN). Nasi merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Saya yakin bahwa nasi juga menjadi makanan pokok bagi hampir seluruh warga Kota Salatiga. Meski segala jenis makanan telah dimakan, tetap saja belum dinamakan makan bila belum menjadikan nasi sebagai makanannya. Bukan begitu ? Sedalam saya pahami, Gerakan Sehari Tanpa Nasi (GSTN) dicanangkan oleh Walikota Salatiga memiliki dua tujuan yaitu meningkatkan kesehatan tubuh dengan diet rendah karbohidrat dan diversifikasi pangan. Nasi sebagai sumber makanan pokok harus diakui  memiliki tiga dampak  buruk ba

Seorang Raja Terusir dari Negerinya.

Seorang raja terusir dari negerinya bukan lagi sebuah mitos. Itu nyata. Raja Juan Carlos dari Spanyol menjadi pembicaraan sejumlah media di Eropa saat ini. Pria lanjut usia berusia 82 tahun tersebut harus meninggalkan Spanyol, negeri yang telah dia besarkan. Dia merupakan aktor utama suksesi transformasi diktatoris ke demokratis di Spanyol. Selama berkuasa dari 1975-2014 banyak jasa dia berikan bagi demokrasi. Pada awal berkuasa, banyak partai politik terbentuk dan pemilihan umum pertama terjadi sepanjang sejarah Spanyol.  Keadaan berkehendak lain, di akhir kekuasaannya dia harus menikmati hal pahit. Dia harus menikmati sisa hidup jauh dari negeri yang telah dia bangun. Perkara korupsi memaksa dirinya meninggalkan Spanyol. Penggemar klub sepakbola Real Madrid itu harus menghadapi sangkaan menerima komisi (gratifikasi) dari konsorsium pelaksana project kereta api cepat di Arab Saudi. Dana sebesar US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 Triliun diduga dia terima dari mendiang Raja Abdullah p

Usulan Senjata Api

Usulan ketua MPR, Bambang Soesatyo, kepada Kapolri, Idham Aziz, agar masyarakat dipermudah memiliki senjata api merupakan satu gagasan menyeramkan. Beragam tanggapan muncul. Di ranah media sosial (medsos) berkembang pemikiran liar bahwa usulan tersebut mirip cara Partai Komunis Indonesia (PKI)  mengusulkan agar kaum buruh dan petani dipersenjatai. Saya pribadi, tidak sampai sejauh itu berpikirnya. Terlalu paranoid.  Izin kepemilikan senjata api sudah ada di Indonesia. Tetapi, pemberian izin kepemilikan senjata api hanya bisa diberikan kepada individu terkait dengan jabatan/pekerjaan dengan tingkat resiko/ancaman tinggi. Jadi, usulan kepemilikan senjata api sejatinya bukan hal baru.  Menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat ialah tugas Kepolisisan Republik Indonesia (Polri). Di sisi lain, setiap warga negara juga wajib menjaga keselamatan dirinya  dan tidak bisa sepenuhnya menyandarkan  keselamatan diri kepada Polri. Saya sebagai warga negara sangat tidak setuju dengan usulan Ketua MP