Skip to main content

Posts

Pertamina Merugi, Kok Bisa ?

Kita tidak happy dengan kondisi keuangan yang saat ini dihadapi Pertamina. Pertamina selaku aset nasional mengalami kerugian sebesar Rp 11,327 Triliun. Nilai kerugian terburuk sepanjang berdirinya Pertamina. Saya mencoba objektif untuk tidak mengaitkan kerugian ini dengan beberapa individu kontroversial di Pertamina. Minggu pertama Januari 2020, Pertamina melakukan penurunan harga BBM. Keputusan itu merupakan tindak lanjut dari keputusan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 187K/10MEM/2019. Keputusan itu berlaku mulai tanggal 5 Januari 2020 pukul 00:00. Keputusan Menteri ESDM  tersebut menyebabkan berkurangnya keuntungan bagi Pertamina karena terjadi disparitas harga. Saat itu harga beli lebih tinggi daripada harga jual.  Sejak saat itu hingga munculnya pandemi Corona di awal Maret 2020, tidak terjadi kenaikan harga BBM. Tetapi, pandemi Corona yang datang sejak Maret 2020 telah menyebabkan penurunan dalam tingkat konsumsi. Pertamina membagi tiga segmen pengg

Presiden Giring Nidji ?🙄

Sebuah harapan harus diapresiasi, terlebih harapan menjadi pemimpin rakyat dalam mencapai kesejahteraan. Namun, apresiasi bukan berarti menihilkan sikap kritis. Paragraf di atas patut ditujukan kepada Giring Ganesha alias Giring Nidji, mantan vokalis band Nidji. Ia kini menjadi politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang berniat mencalonkan diri di pemilihan presiden 2024. Saya tidak menertawakan hal itu karena sudah banyak pihak tertawa terpingkal - pingkal menanggapinya. Politikus muda PSI itu saat ini berusia 37 tahun. Artinya, pada tahun 2024 ia akan berumur 42 tahun. Semoga panjang umur. Aamiiiin ... Bila membuka biografi para Presiden Republik Indonesia, kita akan paham berapa usia mereka ketika mulai menjabat presiden.  Sukarno menjabat presiden ketika berusia 44 tahun. Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia ketika berumur 45 tahun. Selanjutnya, B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid masing masing menjabat presiden pada usia 62 tahun dan 59 tahun. Sementara itu, Megawati

Ibrah

Ia seorang da'i. Sering disebut sebagai Ustadz Yusuf Mansur. Harus saya katakan bahwa ada keprihatinan mendalam terhadap kondisi Yusuf Mansur saat ini. Ketika ia terbaring lemah di rumah sakit, ia sempatkan memohon doa kepada warganet agar diberi kesembuhan dan diangkat penyakitnya oleh Allah. Sebagai sesama muslim, tentu saya bersedih melihat keadaannya terbaring di rumah sakit. Semoga Allah Menyembuhkan sakitnya. Aamiin... Membaca komentar para warganet, saya merasa lebih sedih. Saat harus mendoakan seorang da'i, justru terjadi pertentangan diantara umat. Sebagian mendoakan kesembuhannya. Sebagian lagi berkomentar negatif. Akibatnya, timbul silang pendapat antar warganet. Saya menghargai warganet yang bersimpati mendoakan dan mendukung Yusuf Mansur agar lekas sembuh. Hal ini merupakan perkara ma'ruf bagi sesama muslim untuk saling mendoakan.  Saya bisa memahami alasan warganet melontarkan berbagai komentar negatif kepadanya saat ini. Meskipun, saya tidak membenarkan

Kebakaran Gedung Korps Adhyaksa

Breaking News semalam menayangkan peristiwa kebakaran  yang terjadi di gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Berita tersebut menjadi kabar mengagetkan, setidaknya bagi saya. Terbesit pertanyaan di benak saya kenapa gedung Kejaksaan Agung yang termasuk objek vital negara bisa terbakar hebat. Bahkan, butuh waktu sekitar 11 jam untuk memadamkannya. Saya berbincang ke sejumlah orang terdekat mengenai peristiwa semalam. Sebagian besar menaruh curiga tentang terbakarnya gedung korps adhyaksa tersebut. Sebagian teman yang saya temui mengatakan bahwa kebakaran gedung Kejaksaan Agung terjadi karena kesengajaan. Kecurigaan tersebut terkait beberapa kasus besar saat ini yang sedang dituntaskan Kejaksaan Agung yakni : kasus skandal Jiwasraya, kasus Djoko Tjandra, sejumlah kasus besar korupsi merugikan Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara, Danareksa Sekuritas serta berbagai kasus besar lainnya. Kebakaran sengaja dilakukan untuk memusnahkan sejumlah besar dokumen yang berkaitan dengan pengusutan

Kebahagiaan Kecil

Tadi malam selepas shalat Isya' suhu udara terasa dingin. Kata pakar klimatologi, terdapat anomali cuaca di bulan Agustus saat ini.  Seharusnya bulan ini masuk musim kemarau, namun masih ada hujan meski tidak terlalu deras. Yaa sudah, saya ikuti apa yang disampaikan pakar yang kompeten di bidangnya. Karena nggak ada kesibukan, saya mencari-cari kesibukan kecil di rumah. Kebetulan juga, masih ada singkong mentah yang telah dikupas kulitnya.  Saya potong batang singkong  menjadi beberapa bagian kecil. Lalu, dengan air mengalir saya bersihkan setiap potongan singkong tersebut. Selesai.  Kini saatnya mengisi panci kecil dengan air dan saya masukkan sejumlah potongan kecil singkong mentah ke dalamnya. Saya tempatkan panci berisi air dan sejumlah potongan singkong mentah di atas kompor gas. Saya putar ke kiri putaran pada kompor gas sehingga api menyala memanasi panci berisi air dan singkong mentah.  Sembari menunggu matangnya beberapa potongan singkong tersebut, saya mencari "tema

Buzzer

Saya sependapat dengan pernyataan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, bahwa buzzer dan influencer diberdayakan untuk mempromosikan sejumlah kebijakan pemerintah di media sosial.  Bagi saya,  buzzer  lebih menarik ditulis karena keberadaannya  berdampak negatif bagi warganet  (netizen) . Bila tujuan buzzer untuk menggemakan berbagai kebijakan pemerintah, maka buzzer seharusnya aktif mengunggah beragam narasi positif di media sosial (medsos). Sayangnya,  buzzer   mengalami mutasi genetik pada tujuannya.  Saat ini, keberadaan buzzer tidak perlu ada. Masyarakat telah menemukan banyak cara mengetahui beragam kebijakan pemerintah melalui saluran informasi konvensional maupun digital. Demikian pula, setiap biro hubungan masyarakat (humas) di kementerian/lembaga/badan memiliki kewajiban menyampaikan informasi mengenai beragam kebijakan terkait institusinya.   Alih alih memberi kesan positif terhadap kebijakan pemerintah, populasi  buzzer di media sosial se

Da'i Bersertifikat

Rencana Menteri Agama, Fachrul Razi, memberlakukan program da'i (penceramah) bersertifikat menuai sejumlah tanggapan.  Penceramah bersertifikat diharapkan mampu mendakwahkan Islam rahmatan lil alaamin   sehingga dapat terbangun nilai nilai toleransi. Sebagai suatu niat, hal di atas patut diapresiasi. Namun pada pelaksanaannya, saya kurang sependapat bahwa sertifikasi da'i berdampak positif menurunkan angka intoleransi. Intoleransi tidak selesai dengan selembar sertifikat da'i. Menurut saya demikian. Intoleransi terjadi ketika ada dominasi pemeluk agama sehingga tercipta tirani mayoritas terhadap umat beragama lain. Ini sebuah fakta yang tidak bisa dihindari di Indonesia. Tetapi, saya tidak membenarkan bila dominasi mayoritas umat Islam di Indonesia membuat umat beragama lain  terintimidasi dalam kehidupan keseharian. Kecenderungan intoleransi selalu ada di setiap negara. Hal itu terjadi karena dominasi agama tertentu. Di Indonesia, saya bisa memaklumi bahwa intoleransi ker