Skip to main content

Posts

Seharusnya Dukung Anies Baswedan

Saya tidak bisa memahami sampai sekarang tentang sikap Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang menolak pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara total di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Semestinya Airlangga Hartarto dan Anies Baswedan memiliki satu suara dalam menghadapi Corona. Mereka masing masing merepresentasikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saya tidak bisa memastikan penyebab perbedaan  sikap pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagian pihak beranggapan hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi. Sebagian lagi menilai bahwa sangat kental aroma politis dalam perbedaan sikap tersebut. Tetapi yang pasti ada perbedaan prioritas sehingga hal tersebut terjadi. Anies Baswedan lebih memprioritaskan keselamatan warga Jakarta terhadap ancaman bahaya Corona yang bisa merenggut nyawa. Sementara itu, Airlangga Hartarto lebih memprioritaskan keberlangsungan kegiatan perekonomian di saat pandemi Corona b

Preman Pasar Menegakkan Protokol Kesehatan ?

Penanganan pandemi Corona di Indonesia tampaknya menjadi arena improvisasi sejumlah  pejabat. Saya sengaja menggunakan diksi improvisasi karena sejumlah pejabat penting di negara ini tetiba secara aktif menangani Corona di luar kompetensi dan tugas pokoknya. Kamis, 10 September 2020, ada gagasan nyeleneh datang dari Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono. Ini menjadi satu bukti penanganan Corona tidak dilakukan oleh orang yang tepat.  Gatot Eddy Pramono yang merangkap Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (wakapolri) tersebut hendak melibatkan preman pasar dalam menjaga dan mengawasi warga dalam menerapkan protokol kesehatan. Sehingga, penyebaran Corona dari klaster pasar dapat dicegah. Bila menilik tujuannya, kita yakin tujuannya baik. Semestinya tujuan baik harus disempurnakan dengan cara tepat.  Apakah dengan melibatkan preman untuk mencegah munculnya Corona klaster pasar merupakan langkah tepat

Arteria Cucu Tokoh Komunis ?

Dalam sebuah diskusi di salah satu televisi swasta nasional, terungkap sebuah hal mengejutkan bahwa Arteria Dahlan merupakan cucu seorang tokoh komunis Sumatera Barat, Bachtaruddin. Pada saat diskusi berlangsung, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut tampak relax menanggapi tudingan bahwa ia cucu seorang tokoh PKI. Namun, keesokan harinya ia sibuk mementahkan tudingan tersebut.  Saya bisa memahami kegelisahan Arteria Dahlan bahwa ia sangat tidak nyaman disangkut-pautkan dengan komunis. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat Indonesia terlalu mudah memberikan stigma negatif kepada anak-cucu tokoh komunis. Teri, panggilan Arteria Dahlan, banyak melakukan bantahan terhadap tudingan yang dialamatkan kepadanya. Namun, semua itu tidak bisa mengubah penilaian publik bahwa ia seorang cucu tokoh partai terlarang di Indonesia. Sebagian besar warga negara Indonesia, termasuk saya sangat menentang ideologi komunis yang dibawa oleh PKI. Bayang bayang kekeji

Menyikapi Keputusan 59 Negara Terhadap Indonesia

Sebanyak 59 negara menutup pintu kedatangan bagi Warga Negara Indonesia (WNI) untuk berkunjung. Mereka menilai bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah kasus Corona yang sangat luar biasa masif. Kita harus mengakui hal tersebut. Selain jumlah meninggal terbanyak, kasus baru Corona di Indonesia memperlihatkan angka tertinggi di Asia Tenggara. Dua tolok ukur di atas sangat mungkin menjadi pertimbangan bagi 59 negara untuk bersikap antisipatif terhadap Indonesia. Sikap antisipatif terhadap kedatangan warga negara Indonesia (WNI) harus disikapi oleh pemerintah secara konstruktif dengan hati terbuka. Terdapat dua bentuk sikap konstruktif pemerintah yang bisa dilakukan. Satu. Keputusan sejumlah negara menutup kedatangan dari Indonesia sewajarnya ditransformasikan sebagai bentuk peringatan dan motivasi. Pemerintah selayaknya menaruh perhatian besar bahwa Corona di Indonesia masih jauh dari maksimal dalam penanganannya. Sampai hari ini, 9 September 2020 tercatat ada 203.342 penderita Co

Terlambat Sudah

Judul tulisan ini sama dengan judul lagu karya Panbers,  Terlambat Sudah . Judul sama tetapi kontennya sangat jauh berbeda. Presiden Joko Widodo  mengatakan bahwa saat ini penanganan pandemi Corona menjadi prioritas utama daripada sejumlah permasalahan lain, termasuk masalah ekonomi. Saya berpikir bahwa Presiden Joko Widodo baru saja terbangun dari mimpi indah tentang meroketnya pertumbuhan ekonomi dan derasnya arus investasi ke Indonesia.  Semestinya pernyataan Presiden Joko Widodo di atas terjadi enam bulan silam, saat pandemi Corona belum masif penyebarannya. Ketika semua pihak menyarankan agar presiden memberlakukan karatina wilayah demi menekan laju penyebaran Corona, presiden enggan melakukan hal tersebut. Presiden lebih memilih memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan alasan agar kegiatan perekonomian tetap berjalan meski pandemi Corona sedang berlangsung.  Justru presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (perppu) Nomor 01 Tahun 2020 y

Status Pandemi Covid-19 di Indonesia

Kita pasti prihatin dengan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Jumlah korban meninggal dunia terus bertambah dari hari ke hari. Itu menjadi bentuk keprihatinan.. Sebanyak 215 negara di dunia  dilanda Covid-19, tentu ada sejumlah negara dengan status penanganan Covid-19 lebih baik daripada Indonesia seperti Singapura dan Malaysia. Ada pula yang lebih buruk dalam penanganan pandemi Covid-19 seperti Amerika Serikat dan India. Kita patut mengapresiasi kerja pemerintah menangani pandemi Covid-19. Pada saat yang sama, pemerintah dituntut lebih keras lagi bekerja dalam penuntasan penyebaran Covid-19.  Saya mencoba mengevaluasi status penanganan Covid-19 hingga hari ini, Senin 7 September 2020.  Setidaknya ada tiga keadaan mengenai status penanganan penyebaran Covid-19 di Indonesia.  1). Peringkat Indonesia di Asia. Sebanyak 49 negara di benua Asia saat ini dilanda virus Covid-19. Indonesia menepati peringkat ke-9 berdasarkan jumlah kasus infeksi Covid-19. Covid-19 di Indonesia mencapai

Resistensi Terhadap Politik Dinasti Bukan Tentang Hukum dan Nepotisme Tetapi Tentang Keteladanan

Issue politik dinasti kembali muncul jelang pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember 2020. Terkait hal itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (menkopolhukam), Mahfud MD mengatakan bahwa tidak ada pelarangan bagi kerabat pejabat publik mengikuti kontestasi pemilihan kepada daerah. Benar bahwa tidak ada aturan hukum yang melarang kerabat pejabat publik  mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Pelarangan terhadap hal itu sama artinya dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Saya meyakini statement menkopolhukam paralel dengan pemahaman masyarakat tentang politik dinasti. Namun, ketiadaan aturan hukum tidak diartikan sebagai keleluasaan bersikap, tetapi sebagai kesempatan pejabat publik untuk mengaktualisasikan sikap bijak sebagai pemimpin. Saya berpendapat bahwa resistensi masyarakat terhadap politik dinasti  merepresentasikan tuntutan keteladanan, bukan  persoalan hukum dan nepotisme. Sulit disanggah bahwa seorang pejabat publik tidak akan terganggu konsentrasi